v Hannie Scharf, Sosok Pejuang Perempuan Belanda yang Paling Dicari Nazi Pada Perang Dunia Ke Dua | UNSOLVED INDONESIA

Hannie Scharf, Sosok Pejuang Perempuan Belanda yang Paling Dicari Nazi Pada Perang Dunia Ke Dua

Hannie Schaft masih remaja ketika Nazi menyerbu Polandia. Kurang dari setahun kemudian pada tahun 1940, pasukan Jerman dilaporkan meluncur ke Belanda. Schaft tahu bahwa Nazi akan meneror negaranya, itulah kenapa dia mendedikasikan sisa hidupnya untuk menjatuhkan penjajah Nazi.

Dan yap, itulah yang dia lakukan. Untuk sebagian besar Perang Dunia II, Hannie Schaft menyelamatkan nyawa orang Yahudi yang tak terhitung jumlahnya, mengumpulkan informasi penting untuk perlawanan Belanda, dan membunuh Nazi serta sekutu mereka di Belanda.

Rekam jejaknya yang luar biasa sebagai pejuang perlawanan membuatnya mendapatkan tempat di daftar paling dicari Nazi. Bahkan dengan julukan “The Girl With The Red Hair” (Si gadis berambut merah), dia akan menjadi sangat merepotkan Nazi sampai Hitler secara pribadi memerintahkan penangkapannya.

The Girl With The Red Hair

Di awal usia 20-an, Hannie Schaft bergabung dengan pasukan perlawanan Belanda. Karena dituntut untuk berjuang, dia berubah menjadi salah satu pembunuh bayaran teratas yang menargetkan Nazi.

Lahir pada 16 September 1920, di Haarlem, Belanda, Hannie Schaft menjadi anak tunggal ketika saudara perempuannya yang berusia 12 tahun dibunuh.

Meskipun Schaft adalah gadis yang pendiam, ia membentuk pandangan yang kuat tentang politik. Lebih dari itu, dipandu oleh orang tuanya yang sosialis, dia juga mengembangkan kebencian mendalam terhadap fasisme sejak dini.

(Hannie Scharf)

Ketika Nazi menginvasi Belanda pada tahun 1940, Schaft sedang belajar hukum di Universitas Amsterdam. Pada tahun 1941, perlakuan buruk terhadap orang Yahudi oleh Nazi meyakinkan Schaft untuk bergabung dengan satuan perlawanan yang condong ke komunisme di Haarlem.

Misi perlawanan Schaft dimulai dari hal-hal kecil. Dia menyelinap ke kolam renang umum dan mencuri kartu identitas orang sebelum dia berikan kepada dua teman Yahudinya. Kartu identitas ini, dikemudian hari akan membantu melindungi orang Yahudi-Belanda agar tidak dikirim ke kamp konsentrasi.

Tentu sebagai anggota perlawanan, Schaft juga membantu mengumpulkan uang untuk gerakan tersebut. Tapi segera, misinya menjadi lebih berbahaya.

Pada tahun 1943, penjajah Nazi mencoba memaksa para mahasiswa Belanda untuk menandatangani sumpah setia kepada mereka. Hannie Schaft dan sebagian besar siswa lainnya menolak—meskipun itu berarti kehilangan hak mereka untuk melanjutkan pendidikan.

Sekitar waktu ini, Schaft mulai menggunakan rumah orang tuanya sebagai tempat untuk menyembunyikan orang Yahudi dan memberi mereka dokumen palsu sehingga mereka dapat meninggalkan negara itu dengan aman.

Tapi Schaft ingin berbuat lebih banyak. Kala pendudukan Nazi sudah menjarah kepada kekerasan, Schaft diketahui menghubungi kenalannya untuk mengirimkan senjata. Kenalanya tersebut setuju.

Kemudian, pada malam ketika Schaft berencana untuk membunuh target pertamanya, pistol itu tidak pernah bisa digunakan untuk membunuh. Meskipun dia menarik pelatuknya beberapa kali, targetnya rupanya tetap selamat.

Schaft segera mengetahui bahwa pasukan perlawanan telah menyiapkan tes untuk memastikan dia punya nyali untuk menarik pelatuknya. Karena Schaft lulus, dia pun diperbolehkan untuk mengikuti misi yang lebih “serius” di anggota pasukan perlawanan dan ikut membunuh Nazi.

The Rise Of Hannie Schaft

Schaft akan beroperasi membunuhi Nazi bersama dua pejuang perlawanan wanita lainnya. Mereka adalah sepasang saudara bernama Truus dan Freddie Oversteegen. Bersama-sama, ketiga pembunuh itu ‘melenyapkan’ pengkhianat Belanda dan perwira Nazi.

Dalam satu misi, Schaft dan sesama anggota perlawanan, Jan Bonekamp diketahui menyerang seorang kapten polisi Belanda yang sudah bersekutu dengan Nazi. Sayang dalam misi itu, Bonekamp rupanya tertembak di kaki karena sang kapten polisi sempat melawan.

Trauma, Schaft melarikan diri ke kediaman Oversteegen dan meninggalkan Bonekamp.

Pada saat Bonekamp ditangkap, Hannie Schaft sudah masuk dalam daftar paling dicari Nazi sebagai "gadis berambut merah" yang misterius. Faktanya, Adolf Hitler secara pribadi memerintahkan penangkapannya .

Sayangnya, misi yang gagal dengan Bonekamp akan memberi Nazi petunjuk yang mereka butuhkan untuk menemukan Schaft. Terluka dan menghadapi interogator Nazi, Bonekamp awalnya menolak untuk memberikan informasi apapun tentang pasukan perlawanan Belanda. Tapi kemudian, seorang Nazi menyamar sebagai anggota perlawanan, mendorong Bonekamp untuk memberinya alamat Schaft dan orang tuanya sesaat sebelum dia kemudian dibunuh.

The Fall Of Hannie Schaft

Nazi kemudian menangkap orang tua Schaft dan mengirim mereka ke kamp konsentrasi. Schaft, yang marah dan dirundung kesedihan, hampir menyerahkan diri. Untung Anggota Perlawanan lain menahannya untuk tinggal bersama di kediaman Oversteegen sampai dia tenang.

Pada akhirnya, alih-alih tunduk pada Nazi, Schaft mengambil tugas yang lebih berbahaya dengan pasukan perlawanan. Sadar betul bahwa dia dikenal sebagai "gadis berambut merah", dia hanya mengecat rambut merahnya menjadi hitam dan mulai menjalankan misi lain untuk mencari fasilitas kapal selam Jerman dan situs peluncuran roket.

Selama bulan-bulan terakhir perang, Nazi secara kebetulan menghentikan Hannie Schaft di sebuah pos pemeriksaan, ketika dia kietahuan membawa koran selundupan dan pistol.

Setelah menangkapnya, Nazi melihat helaian merah menyembul dari rambutnya yang dicat. Dia pun ditangkap.

Hanya tiga minggu sebelum pembebasan Belanda (atau kemenangan sekutu), Nazi membawa Schaft ke bukit pasir Overveen. Seorang algojo Nazi mengarahkan senjatanya ke Schaft dan menembaknya. Tapi peluru pertama hanya melukainya. Kata-kata terakhir Schaft adalah "Aku lebih baik ditembak," sebelum dia terkena peluru yang membunuhnya.

Warisan Hannie Schaft

Bukit pasir tempat Schaft terbunuh menjadi kuburan massal bagi lebih dari 400 pejuang perlawanan Belanda—termasuk Schaft sendiri.

Setelah perang, Belanda menggali jenazah Schaft dan memberinya pemakaman kenegaraan sebelum menguburnya kembali. Hannie Schaft baru berusia 24 tahun ketika dia meninggal pada 17 April 1945.

Selama bertahun-tahun setelah perang, Para kenalannya mengunjungi makam Schaft dan meninggalkan mawar merah.

Meskipun Schaft secara luas dipuji sebagai pahlawan nasional Belanda, ceritanya sedikit banyak dilupakan karena latar belakangnya sebagai orang Komunis. Untung pada akhir abad ke-20, Belanda telah meninjau kembali kisahnya dan mulai menghormatinya sekali lagi atas perjuangannya yang berani melawan Nazi.

Baru-baru ini pada tahun 2020, Wakil Perdana Menteri Kajsa Ollongren menghormatinya untuk perayaan 100 tahun ulang tahunnya. Ollongren berkata, “Hannie berjuang untuk kebebasan dan masyarakat di mana setiap orang memiliki hak untuk berpartisipasi. Hidupnya mengajarkan kita bahwa kita tidak boleh berpaling dari perang melawan kejahatan.”

Dan yap, kisahnya pun berakhir

Baca Juga :

Yth Pembaca,
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih

0 Response to "Hannie Scharf, Sosok Pejuang Perempuan Belanda yang Paling Dicari Nazi Pada Perang Dunia Ke Dua"

Post a Comment