v Kisah Aron Ralson dan Tragedi yang mendasari film “127 Hours” | UNSOLVED INDONESIA

Kisah Aron Ralson dan Tragedi yang mendasari film “127 Hours”

(James Franco sebagai Aron Ralston dalam film "127 Hours")

Film “127 Hours” adalah film yang berkisah tentang seorang pendaki gunung yang terjebak di sebuah tebing. Karena posisi tangannyanya yang terjepit, dia tidak bisa melakukan apapun selain mencoba bertahan hidup dengan segenap cara yang dia bisa. Karena dia tau bahwa tidak akan ada tim penyelamat yang akan datang menolongnya, dia pada akhirnya memutuskan untuk memotong bagian tubuhnya sendiri agar dia dapat bebas.

Jika kau mengira itu mengerikan, maka kuatkanlah dirimu karena film tersebut, sebenarnya berasarkan kepada kisah yang sangat nyata.

Aron Ralston dan Kecelakaan Di Bluejohn Canyon

Sebelum kecelakaan “canyon” pada tahun 2003 yang terkenal, Aron Ralston hanyalah seorang penduduk Denver biasa dengan hasrat tinggi untuk panjat tebing. Ia belajar teknik mesin, bahasa Prancis, dan piano saat kuliah di Carnegie Mellon University sebelum kemudian pindah ke Southwest untuk bekerja sebagai insinyur.

Lima tahun kemudian, dia memutuskan bahwa pekerjaan di perusahaan Amerika tidak cocok untuknya dan kemudian berhenti dari pekerjaannya untuk mencurahkan lebih banyak waktu dalam hobinya mendaki gunung. Ambisinya yang paling besar adalah mendaki Denali, puncak tertinggi di Amerika Utara.

Pada tahun 2002, Aron Ralston pindah ke Aspen, Colorado, untuk menjadi seorang full time climber. Dia menganggap setiap kegiatannya itu, sebagai persiapan untuk pendakian Denali yang akan datang.

“Persiapan” itu dia lakukan dengan cara mendaki semua "empat belas" Colorado, atau 59 gunung setinggi setidaknya 14.000 kaki. Dia, ingin melakukan seluruh pendakian itu sendirian selama musim dingin (suatu prestasi yang belum pernah ada sebelumnya)

Pada bulan Februari 2003, saat tengah bermain ski di Resolution Peak di Colorado tengah dengan dua temannya, Ralston terjebak dalam longsoran salju. Terkubur sampai lehernya di salju, seorang temannya menggali dia, dan bersama-sama mereka menggali teman ketiga.

Tidak ada yang terluka parah, tetapi insiden itu sedikit memunculkan trauma: peringatan longsor parah telah dikeluarkan hari itu, dan jika Ralston dan teman-temannya tidak mengabaikannya, mereka seharusnya bisa menyelamatkan diri dari situasi berbahaya.

Kejadian itu, adalah sebuah kejadian yang menjadi gambaran paten bahwa sosok Aron Ralston, bukanlah orang yang suka menghindari bahaya. Dia cenderung sebaliknya.

Antara Batu Dan Dataran Tinggi

Hanya beberapa bulan setelah tragedi longsor salju pada 25 April 2003, Aron Ralston melakukan perjalanan ke tenggara Utah untuk menjelajahi Taman Nasional Canyonlands.

Dia tidur di truknya malam itu, dan pada pukul 09:15 keesokan paginya (hari Sabtu yang cerah dan indah) dia mengendarai sepedanya sejauh 15 mil ke Bluejohn Canyon. Itu adalah ngarai sepanjang 11 mil yang di beberapa tempat lebarnya hanya 3 kaki.

(Ngarai atau Canyon adalah semacam jurang atau bukaan yang biasanya ada di struktur bebatuan tinggi. Ukuran dan kedalaman bisa bervariasi)

Setelah mengunci sepedanya, dia pun menuju bukaan ngarai.

Sekitar pukul 14:45 saat ia turun ke ngarai, sebuah batu raksasa di atasnya pecah dan tergelincir. Ralston jatuh dan tangan kanannya tersangkut di antara dinding ngarai dan batu seberat 800 pon, membuatnya terperangkap 100 kaki di bawah permukaan gurun dan 20 mil dari jalan beraspal terdekat.

Ralston belum memberi tahu siapa pun tentang rencana pendakiannya hari ini dan dia tidak punya cara untuk memberi sinyal bantuan. Tadi pagi, dia hanya menginventarisasi perbekalannya kepada dua burrito, beberapa remah permen, dan sebotol air (intinya, dia celaka)

Dan detik itu pula, dimulailah jam-jam teror Aron Ralston.

Usahanya untuk mendorong batu itu sia-sia karena batu itu berat dan tidak mungkin bisa digerakkan oleh satu orang. Tatkala menunggu dan dehidrasi sudah mulai mempengaruhinya, dia kehabisan air dan harus minum air kencingnya sendiri.

Sepanjang waktu dia mempertimbangkan untuk memotong lengannya—dia bereksperimen dengan torniket* yang berbeda dan bahkan membuat beberapa potongan dangkal untuk menguji ketajaman pisaunya. (Torniket adalah benda yang dililitkan di bagian tubuh untuk mencoba memperlambat peredaran darah—silahkan googling)

Ketakutan terbesarnya, bagaimanapun, adalah dia tidak tau apakah dia bisa memotong tulangnya.

Bingung dan takut, Aron Ralston mengurungkan niatnya kala itu. Alih-alih memotong tangannya,  dia malah menggunakan alatnya untuk mengukir namanya di dinding ngarai, bersama dengan tanggal lahirnya dan tanggal hari itu, sebelum huruf RIP.

Kemudian, dia menggunakan kamera video untuk merekam ucapan selamat tinggal kepada keluarganya dan mencoba untuk tidur.

(Rekaman detik-detik tatkala Aron Ralston terjebak. Kayaknya rekaman aslinya ada di youtube, silahkan cek kalau mau)

Sebuah Pertanda..

Malam itu, saat dia tengah terlelap di posisinya yang tidak nyaman, Ralston memimpikan dirinya sendiri. Mimpi itu lebih seperti sebuah pertanda karena dalam mimpinya, dia memimpikan dirinya hanya memiliki satu pergelangan tangan saja. Meskipun begitu, dia melihat dirinya tengah bermain dengan seorang anak kecil.

Saat terbangun, dia percaya bahwa mimpi itu adalah tanda bahwa dia akan bertahan hidup dan bahwa dia akan memiliki keluarga.  Itulah kenapa, dengan tekad bulat, dia memutuskan untuk mencoba melepaskan diri.

Impian tentang keluarga masa depan dan kehidupan di luar ngarai meninggalkan Aron Ralston dengan semacam petunjuk: dia tidak harus memotong tulangnya. Dia bisa menghancurkan mereka sebagai gantinya.

Atas usahanya yang tidak mudah, dia pada akhirnya berhasil mematahkan tulang ulna dan jari-jarinya. Setelah tulang-tulangnya terlepas, dia membuat torniket dari selang botol air dan memutus peredaran darahnya seluruhnya. Kemudian, dia menggunakan pisau murah dan tumpul yang dia bawa untuk memotong kulit dan ototnya, dan tang untuk memotong tendonnya.

Dia sengaja meninggalkan arterinya sebagai hal yang harus dia potong paling akhir, mengetahui bahwa setelah dia memotongnya dia tidak akan punya banyak waktu (karena dia bisa kehabisan darah)

Seluruh proses itu memakan waktu satu jam, di mana Ralston kehilangan 25 persen volume darahnya. Dengan adrenalin tinggi dan keinginan untuk hidup, Ralston memanjat keluar dari ngarai, menuruni tebing terjal setinggi 65 kaki, dan mendaki 6 dari 8 mil kembali ke mobilnya—dia mengalami dehidrasi parah, terus menerus kehilangan darah, dan sudah kehilangan satu lengan..

Aron Ralston belum sepenuhnya selamat

Enam mil dari tempatnya terperangkap, dia bertemu dengan satu keluarga dari Belanda yang sedang mendaki di ngarai. Melihat keadaan Aron Ralston yang kacau, keluarga itu memberinya Oreo dan air dan dengan cepat memberi tahu pihak berwenang.

Sebelum Ralston bebas, sebenarnya Pejabat Canyonlands telah diperingatkan bahwa Ralston hilang dan telah mencari daerah itu dengan helikopter—upaya yang terbukti sia-sia, karena Ralston terperangkap di bawah permukaan ngarai.

Empat jam setelah mengamputasi lengannya, Ralston diselamatkan oleh petugas medis. Mereka percaya bahwa jika lebih dari 4 jam berlalu, kemungkinan Ralston sudah mati kehabisan darah.

Setelah penyelamatan Aron Ralston, lengan dan tangannya yang terputus diambil oleh penjaga taman dari bawah batu. Butuh 13 penjaga, dongkrak hidrolik, dan kerekan untuk memindahkan batu besar yang sempat menjepit Ralston.

Lengan itu dikremasi dan dikembalikan ke Ralston. Enam bulan kemudian, pada hari ulang tahunnya yang ke-28, dia kembali ke ngarai dan menaburkan abunya disana. Mengatakan bahwa, lengan itu ada di tempat yang semestinya.

Dibalik film “127 Hours”

Yang menarik dari kisah Aron Ralston ini adalah, tatkala kisahnya dijadikan film pada tahun 2010 dan dibintangi oleh James Franco. Aron Ralston mengatakan bahwa film itu sangat akurat dengan kejadian aslinya.

Bahkan, mengutip perkataan Aron Ralston sendiri, dia berkata "sangat akurat secara faktual sehingga sangat mirip dengan film dokumenter yang bisa kau dapatkan dan masih menjadi drama," menambahkan bahwa itu adalah "film terbaik yang pernah dibuat.”

Hari ini, Aron Ralston dikabarkan masih menjalani kehidupannya di umurnya yang ke 46 tahun. Mengatakan bahwa, itu adalah pengalaman yang luar biasa dan tidak pernah bisa dia lupakan.

End Of Story

(Aron Ralston Pasca Tragedi)

Baca Juga :

Yth Pembaca,
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih

1 Response to "Kisah Aron Ralson dan Tragedi yang mendasari film “127 Hours”"

  1. Salah satu cerita survival paling sangar yg pernah gue baca.
    Singkat tapi ga gampang ngebayangin bisa mengamputasi tangan sendiri apalagi dgn alat yg ga memadai.

    ReplyDelete