Dalam sejarah psikologi, terdapat berbagai eksperimen yang membentuk pemahaman kita tentang perilaku manusia. Namun, hanya sedikit yang menuai kontroversi dan perdebatan etik sebesar Eksperimen Little Albert.
Dilakukan pada awal abad ke-20, eksperimen ini menjadi tonggak penting dalam teori behaviorisme, namun juga mengundang kritik tajam karena cara perlakuannya terhadap subjek utama: seorang bayi laki-laki berusia 9 bulan.
Kali ini akan mengupas tuntas kisah eksperimen Little Albert, mulai dari latar belakang, proses eksperimen, temuan, dampak dalam dunia psikologi, hingga kontroversi etik yang masih diperdebatkan hingga hari ini.
Apa Itu Eksperimen Little Albert?
Eksperimen Little Albert adalah sebuah studi psikologi yang dilakukan oleh John B. Watson dan asistennya Rosalie Rayner pada tahun 1920 di Johns Hopkins University. Tujuan utama eksperimen ini adalah untuk membuktikan bahwa rasa takut dapat dipelajari secara klasik (classical conditioning)—sebuah prinsip yang sebelumnya dikembangkan oleh Ivan Pavlov melalui eksperimen anjing yang terkenal.
Watson ingin menunjukkan bahwa emosi manusia, khususnya ketakutan, bukanlah bawaan sejak lahir, tetapi dapat dipelajari melalui asosiasi.
Subjek Eksperimen: Siapa "Little Albert"?
"Little Albert" adalah nama samaran yang digunakan oleh Watson untuk menyebut bayi laki-laki berusia sekitar 9 bulan yang menjadi subjek utama eksperimen. Identitas aslinya sempat menjadi misteri selama beberapa dekade, namun penelitian lebih lanjut pada awal 2000-an menyimpulkan bahwa Little Albert kemungkinan besar adalah Douglas Merritte, seorang anak yang akhirnya meninggal dunia pada usia 6 tahun karena masalah kesehatan.
Prosedur Eksperimen Little Albert: Bagaimana Ketakutan Diciptakan?
Fase 1: Pengujian Respons Alami
Pada awal eksperimen, Watson dan Rayner memperlihatkan kepada Albert berbagai objek, termasuk:
- Tikus putih
- Kelinci
- Anjing
- Topeng
- Kapas
Hasilnya? Albert tidak menunjukkan rasa takut terhadap benda-benda tersebut. Ia bahkan tampak tertarik dan ingin menyentuhnya. Hal ini membuktikan bahwa rasa mtakut terhadap objek-objek tersebut tidak muncul secara alami.
Fase 2: Proses Conditioning
Watson kemudian melakukan pengondisian. Mereka:
- Menunjukkan tikus putih kepada Albert.
- Setiap kali Albert mencoba menyentuh tikus, peneliti membunyikan suara keras (menggedor batang besi dengan palu) tepat di belakang kepala Albert.
Suara tersebut sangat mengagetkan dan menakutkan Albert. Setelah beberapa kali pengulangan, Albert mulai menangis dan merasa takut hanya dengan melihat tikus putih, meskipun tanpa suara keras.
Fase 3: Generalisasi Ketakutan
Tidak hanya tikus putih, Albert mulai menunjukkan ketakutan terhadap benda lain yang memiliki kemiripan, seperti:
- Kelinci berbulu putih
- Anjing putih
- Jubah berbulu
- Topeng Santa Claus
Inilah yang disebut sebagai generalisasi stimulus, di mana rasa takut tidak hanya terbatas pada objek asli, tetapi juga menyebar ke objek lain yang serupa.
Hasil Eksperimen: Apa yang Ditemukan?
Atas Penelitianya ini, Watson berhasil menarik kesimpulan bahwa:
- Ketakutan bisa dipelajari melalui pengkondisian.
- Rasa takut bisa digeneralisasi ke objek lain yang serupa.
- Emosi manusia dapat dipelajari dan dimodifikasi seperti perilaku lainnya.
Temuan ini mendukung teori behaviorisme, yaitu pandangan bahwa semua perilaku manusia dapat dijelaskan melalui proses belajar (learning), tanpa perlu mengandalkan konsep psikologi dalam (seperti pikiran bawah sadar atau naluri).
Kontroversi dan Kritik Etika
Meski eksperimen Little Albert menjadi tonggak penting dalam psikologi, eksperimen ini juga mengundang kecaman etis yang sangat besar, terutama dalam beberapa aspek berikut:
1. Tidak Ada Persetujuan Informed Consent
Ibu dari Albert kemungkinan besar tidak benar-benar memahami dampak jangka panjang dari eksperimen ini, dan tidak ada dokumentasi persetujuan tertulis sebagaimana standar etika penelitian modern.
2. Tidak Ada Proses "Unconditioning"
Setelah menciptakan rasa takut terhadap berbagai objek, Watson tidak pernah mengembalikan kondisi emosional Albert ke keadaan semula. Albert dibiarkan mengalami ketakutan yang mungkin menetap seumur hidupnya.
3. Eksploitasi Anak
Melibatkan bayi dalam eksperimen yang menimbulkan stres emosional yang besar dianggap sebagai pelanggaran etik berat, terlebih karena Albert tidak bisa memberikan persetujuan atau memahami situasi yang terjadi.
4. Dugaan Kondisi Kesehatan Albert
Penelitian di kemudian hari menyebutkan bahwa Albert (jika memang adalah Douglas Merritte) memiliki gangguan neurologis sejak lahir, yang membuat etika eksperimen ini makin dipertanyakan. Artinya, subjek yang dianggap “normal” oleh Watson ternyata memiliki kondisi medis yang berat.
Dampak Eksperimen Little Albert terhadap Dunia Psikologi
Eksperimen yang terjadi menimbulkan kontroversi, itu tidak bisa dibantah. Namun, eksperimen tersebut juga melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang menjadi tonggak penting dalam studo psikologis. Antata lain adalah :
- Mengukuhkan teori pengondisian klasik sebagai bagian penting dalam psikologi (artinya rasa takut itu pada dasarnya dibentuk, bukan bawaan dari lahir).
- Menjadi dasar lahirnya terapi perilaku (behavioral therapy) untuk menangani fobia dan gangguan kecemasan.
- Mendorong perkembangan psikologi eksperimental dengan pendekatan ilmiah.
Eksperimen ini juga menjadi contoh penting dalam sejarah etika penelitian psikologi, yang kemudian mendorong pembentukan kode etik penelitian seperti yang dikeluarkan oleh American Psychological Association (APA).
Apa yang Terjadi pada Little Albert Setelahnya?
Identitas dan nasib Little Albert lama menjadi misteri. Namun pada 2010, peneliti Hall P. Beck dan timnya mengungkapkan bahwa Little Albert adalah kemungkinan besar Douglas Merritte, yang meninggal pada usia 6 tahun karena hidrosefalus kongenital—penumpukan cairan di otak sejak lahir.
Hal ini menunjukkan bahwa eksperimen dilakukan tanpa mempertimbangkan kondisi medis si anak secara menyeluruh.
Kesimpulan: Eksperimen Psikologi yang Mengubah Dunia dan Menggugah Hati Nurani
Eksperimen Little Albert adalah salah satu studi paling berpengaruh sekaligus paling diperdebatkan dalam sejarah psikologi. Ia mengajarkan bahwa emosi (terutama rasa takut) bisa dibentuk melalui pengalaman, tetapi juga mengingatkan dunia bahwa sains tanpa etika adalah bencana.
Saat ini, eksperimen ini sering dijadikan bahan diskusi dalam kuliah psikologi dan etika penelitian, serta menjadi contoh klasik tentang apa yang tidak boleh dilakukan dalam penelitian ilmiah terhadap manusia, terutama anak-anak.
Kata Kunci :
- Little Albert Experiment
- eksperimen psikologi paling kontroversial
- classical conditioning Watson
- eksperimen John B Watson
- teori belajar ketakutan
- eksperimen anak dalam psikologi
- sejarah behaviorisme
- Little Albert identitas asli
- kritik etika eksperimen psikologi
- eksperimen psikologi dengan bayi
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
0 Response to "Eksperimen Little Albert: Studi Kontroversial dalam Psikologi yang Mengubah Cara Kita Melihat Ketakutan"
Post a Comment