Credited to TheCrypticCompendium
Original Title : Forever, a Drug
.
“Mau mencoba teler malam ini?”
Scott adalah pecandu, dan aku selalu waspada ketika aku menghabiskan waktu bersamanya. Dia biasa melakukan kegiatannya di apartemen kumuh milik seorang teman bandar narkoba, dan akan teler selama beberapa jam tanpa bisa melakukan apapun. Melihat dia hilang kemampuan untuk bertingkah ketika teler, aku selalu takut itu terjadi padaku.
“Entahlah, obat apa?”
Di sisi lain, aku merasa putus asa sejak putus dengan Ruth. Mungkin teler adalah hal yang bisa mengalihkan pikiranku dari rasa sakit itu. Aku tahu Ruth akan lebih bahagia tanpaku, tapi tetap saja hatiku terasa sakit.
“Temui aku di tempat Jared, dia bilang dia ingin mencoba barang baru.”
Informasi itu membuatku merasa sedikit lebih baik. Dari semua bandar narkoba yang kuketahui menjadi langganan Scott, Jared adalah yang paling baik, dan ‘produk-produknya’ biasanya bersumber dari sumber yang baik, setahuku, ditambah apartemennya setidaknya agak bersih.
“Apapun boleh, asal bukan sesuatu yang berhubungan dengan jarum suntik.”
“Ya, kawan, aku tau. Ini bukan seperti itu. ”
.
Aku datang pukul 8 dengan tiga gelas bir di dalam tubuhku yang gagal menenangkan energi gugup yang aku rasakan. Apa pun itu, itu tidak apa-apa. Semuanya akan baik-baik saja.
Jared senang melihatku dan langsung menuangkan wiski untukku sedetik ketika aku datang. Aku merasa sedikit aneh, namun aku tidak banyak tanya dan memilih segera duduk di sofa.
Dia kemudian meletakkan tiga pil hitam di depan kami.
“Aku mendapatkan ini dari kontak tepercaya di luar negeri,” dia memulai, “Dia bilang, ini adalah produk yang tidak ada duanya.”
Dia tersenyum, “Kupikir kita bertiga bisa mencobanya sebelum aku memesan dalam jumlah besar. Kita nilai dulu apakah ini benar-benar sepadan. Benda ini bernama Forever (Selamanya).'”
Scott tertawa dan tanpa ba-bi-bu langsung menelan pil. Jared dan aku mengikutinya. Aku duduk dan menatap TV, menunggu obatnya bereaksi.
Semuanya terasa baik-baik saja. Aku merasa sangat tenang, dan kemudian kulihat ruangan sekitar meregang dengan cara yang aneh. Kami semua akhirnya tertidur. Aku bangun keesokan harinya dengan perasaan baik-baik saja, dan kami berpisah. Tidak masalah, tentu saja tidak ada yang berubah dari kehidupanku. Obat hanya pelarian semalam.
Tahun demi tahun berlalu. Aku tak pernah meninggalkan kota, tak pernah benar-benar melakukan apa pun. Tak pernah bisa berhenti merokok juga. Tak heran ketika dokter mengatakan darah yang kubatukkan adalah tanda kanker. Sial. Terlambat untuk melakukan apa pun. Aku sendirian saat menghembuskan napas terakhirku.
Aku terbangun kembali di apartemen Jared, sinar matahari bersinar melalui jendela.
Apa-apaan ini.
Aku berhalusinasi? Obat apa itu? Aku menggumamkan sesuatu pada Jared dan Scott dan berjalan keluar. Sungguh mimpi yang aneh.
Setelah mengalami mimpi yang panjang dan menyedihkan itu, aku memutuskan bahwa aku setidaknya bisa berbuat lebih baik, mungkin itu adalah peringatan.
Aku kemudian, melamar pekerjaan yang menurutku tidak sesuai dengan kualifikasi, tapi aku tetap mendapatkannya. Aku berhenti main-main. Berhenti merokok, dan kemudian menikahi gadis yang baik. Aku memiliki seorang anak yang suka bermain bola di luar. Dia bahkan tidak melihat truk datang pada hari dia mengejar bolanya ke jalan, tetapi aku melihatnya.
Suatu momentum tidak pernah bergerak secepat itu dalam hidupku. Namun aku lebih cepat untuk mendorongnya keluar dari jalan. Sayang tidak cukup cepat untuk menyingkirkan diriku sendiri dari nasib yang menimpaku. Ah, tak apa. Betapa gagahnya caraku melindungi sesuatu yang aku cintai. Aku tidak menyesal.
Aku kemudian terbangun di apartemen Jared.
Astaga.
Apa yang sebenarnya terjadi? aku pasti masih teler. Ya, mungkin aku masih dalam pengaruh obat. Karena panik, aku berlari keluar dari apartemen Jared dan memutuskan hendak melompat dari jembatan di ujung jalan. Ketika aku sampai di sana, aku merasa secara fisik aku tidak mampu melakukannya. Ada sesuatu yang menghentikanku. Ini terlalu nyata. Semua terasa seperti bukan mimpi. Pada akhirnya, aku memutuskan bunuh diri bukanlah pilihan yang tepat untuk sekarang. Aku harus pulang dan mencari tahu sendiri.
Aku tidak memperhatikan saat menaiki tangga menuju apartemenku, jika aku memperhatikan, aku pasti akan melihat di salah satu anak tangga, ada mobil mainan yang tergeletak menggangu. Saat aku terpeleset dan jatuh karenanya, aku tau ini akan menjadi jatuh yang mengerikan.
Aku terbangun di apartemen Jared.
Tunggu dulu, mungkin ini bisa menyenangkan? Selama ini berlangsung, aku bisa melakukan apa saja dan itu semua tidak nyata? Seperti lucid dream tetapi berlangsung selama puluhan tahun?
Aku mencoba menjalani hidup sebagai penjahat. Tapi aku tertembak saat keluar dari toko elektronik. Aku tidak berbakat untuk itu, sakitnya luar biasa.
Kemudian aku menghabiskan hidup lain dengan banyak bercinta, berpesta, sampai overdosis. Aku kembali terbangun di apartemen Jared saat semuanya menjadi kacau.
Aku telah menjalani sepuluh atau dua belas kehidupan sebelum kemudian aku melihatnya, Ruth. Mungkin aneh rasanya melupakannya, tetapi kau harus ingat bahwa kami telah putus mungkin 300 tahun lalu.
Di kehidupan ini, kami bertemu jauh di masa depan. Dia lebih tua, sudah bercerai, sedih. Dia menikahi pria yang salah setelah kami putus, mengalami kekerasan rumah tangga selama bertahun-tahun.
Aku sangat tertekan setelah kami berbincang dan mendengar ceritanya. Aku hanya berjalan selama berjam-jam sambil memikirkan betapa menyedihkan hidupnya. Aku pikir aku telah menolongnya dengan dia putus denganku. Semua harusnya lebih baik setelah dia tidak lagi berhubungan dengan lelaki kacau sepertiku.
Aku berjalan tanpa arah sampai pada akhirnya berakhir di area yang tidak seharusnya. Itu adalah tempat kumuh yang terkenal karena banyak kejahatan. Ketika aku ditodong pisau oleh beberapa orang, aku tetap menolak menyerahkan dompetku. Itu adalah kesalahan.
Aku terbangun di apartemen Jared.
Kali ini aku memutuskan untuk memperbaikinya. Aku membeli seikat bunga dan pergi ke rumah Ruth. Dia menerima aku kembali. Kami menikah, punya keluarga. Kami menjelajahi dunia, menjadi tak terpisahkan. Itu luar biasa. Kehidupan terbaik yang pernah aku jalani. Aku meninggal sebagai orang tua yang bahagia, dikelilingi keluarga.
Aku terbangun di apartemen Jared.
Aku membeli seikat bunga dan pergi ke rumah Ruth. Jika aku terjebak dalam situasi seperti film Groundhog Day, aku tahu apa yang harus dilakukan. Kau tahu apa yang tidak membosankan? Menjalani hidup sebaik mungkin. Dua kali. Tiga kali. Sepuluh kali. Keseharian yang sama membuatmu lebih paham tentang tanda-tanda. Kau akan belajar kapan berita buruk akan datang, kapan kau harus menghindari pertengkaran yang buruk. Setiap pilihan terbaik melahirkan kebahagiaan yang hakiki. Jika kau bisa memilih kebahagiaan, kau akan memilihnya, setiap saat.
Lalu suatu hari kami berada di Paris, merayakan ulang tahun pernikahan kami yang ke-30. aku telah melakukan perjalanan ini bersamanya sebanyak 20 kali dalam tentang kehidupan yang berbeda-beda. Suatu pagi, dia berjalan ke kafe untuk membelikanku sarapan. Sayang, sebuah mobil melompati trotoar dan membunuhnya. Hal itu belum pernah terjadi sebelumnya.
Kehidupan berikutnya lebih buruk. Kami berhasil melewati 12 tahun setelah pernikahan kami sebelum dia terkena flu aneh dan meninggal.
Yang berikutnya dia didiagnosis menderita kanker setahun setelah menikah, kami tidak pernah memiliki anak.
Yang berikutnya adalah gedung apartemen Ruth terbakar pada malam saat aku menginap di rumah Jared. aku berdiri di luar kobaran api sambil memegang bunga, menatap reruntuhan yang berasap.
Lalu seorang gelandangan tua yang jorok berjalan ke sampingku saat aku menatap reruntuhan dengan tak percaya.
"Kau pikir kau bisa mengakalinya, bukan?" katanya.
"Kau pikir dia tidak akan menyadarinya? Tentu saja dia akan menyadarinya!"
Dia mulai tertawa saat berjalan pergi.
“Tentu saja dia menyadarinya ha-ha-ha."
Aku memperhatikannya saat dia berjalan pergi, dia menoleh ke belakang sesekali untuk tersenyum padaku. senyum itu aneh.
Hidupku menjadi gelap. Teman-temanku terbunuh dalam kecelakaan yang mengerikan satu per satu. Di lain kesempatan, pembunuh berantai menyerang kota-kota yang damai dan menghancurkan keluarga orang-orang yang kucintai. Overdosis, penyakit, pembunuhan, kematian. Semuanya datang tanpa peringatan.
Dunia pun berubah. Para diktator berkuasa. Perang pecah. Kebencian meningkat. Kota-kota terbakar. Negara-negara hancur. Sungai menjadi darah.
Lelaki tua itu akan muncul dari waktu ke waktu, meskipun terkadang berabad-abad berlalu sebelum ia terlihat. Ia selalu menertawakanku, mengatakan bahwa "dia" tau. Selalu tersenyum padaku.
Aku terluntang-lantung, dari satu kota pelabuhan ke kota pelabuhan lainnya, mencari pekerjaan di manapun aku bisa, menghabiskan hidupku dengan ‘membakar’ gajiku yang kecil, untuk mabuk-mabukan. Berharap sedikit meringankan beban hidupku yang sulit.
Aku sedang duduk di sebuah bar di ibu kota Skotlandia Timur, menonton berita kabel tentang genosida di beberapa negara yang bahkan belum pernah terjadi selama sebagian besar hidupku.
Bartender itu tertawa dan untuk pertama kalinya aku menatapnya dengan jelas. Itu adalah lelaki tua yang selalu kutemui. Ia tersenyum padaku.
"Siapa kau sebenarnya?" gerutuku.
“Aku sudah melihatnya lebih lama darimu, sekarang dia melihatmu.” Dia tertawa lagi.
“Di mana aku harus pergi untuk menemukan siapapun si dia ini?”
Ia tertawa. “Pergilah ke Filipina. Jangan sekarang, di kehidupanmu selanjutnya, saat kau masih muda. Cari tempat bernama Biringan. Dia menunggumu di sana.”
Dia tersenyum padaku, dan aku terhuyung-huyung menuju pintu. Aku hidup belasan tahun lagi sebelum kapal yang aku tumpangi tenggelam dalam badai.
Aku terbangun di apartemen Jared. Kali ini, aku langsung mulai mencari cara untuk pergi ke Filipina. Aku menjual mobilku dan berjalan kaki ke tempat kerja selama enam bulan, sambil makan makanan termurah yang bisa aku beli.
Aku tiba di Filipina dalam keadaan bingung. Ternyata Biringan bukanlah tempat yang nyata. Itu adalah tempat yang berasal dari legenda masyarakat.
Karena tidak tau harus kemana lagi, aku memutuskan menetap di Filipina, mrlakukan pekerjaan seadanya, legal atau tidak, aku tidak punya previlege untuk memilih. Aku menghasilkan uang dengan cara apa pun yang aku bisa.
Selama aku disana, aku berada di banyak tempat, bertemu banyak orang. Aku selalu bertanya tentang kota tak kasat mata dalam cerita rakyat setempat. aku mengajukan pertanyaan tentang cerita di baliknya, konon katanya orang orang yang telah melihat kota itu, pada akhirnya menjadi korban kerasukan setan.
Aku tetap mencarinya, setiap kali ada kesempatan. Tahun demi tahun berlalu, aku menjalani kehidupan yang tak terlihat, seperti kota tak terlihat yang kucari. Dunia membusuk, tetapi aku tidak berhenti mencari.
Suatu malam, saat aku sedang berjalan pulang, sebuah mobil berhenti di sampingku. Aku mendengar suara tawa yang familiar dari jendela. Aku melihat ke dalam dan melihat lelaki tua yang aku kenali. Ia tersenyum kepadaku, menyuruhku masuk ke dalam mobil.
Kami berkendara selama berjam-jam. Pengukur bensin tidak pernah bergerak. Akhirnya di kejauhan, aku melihat kota dengan cahaya yang berkilauan. Dia menepi dan memberi isyarat.
“Kau harus jalan kaki dari sini, dia menunggumu di pusat kota.” Dia tersenyum. Senyum itu masih aneh.
Aku keluar dari mobil dan berjalan. Rasanya seperti aku berjalan selama berhari-hari tetapi matahari tidak pernah terbit, dan aku tidak pernah merasa haus. aku berjalan ke kota yang berkilauan dan sepi. aku merasa tertarik pada menara raksasa di tengah kota. Menara itu bersinar dengan cahaya, meskipun tidak memiliki jendela atau sumber cahaya yang jelas. Aku tidak terkejut ketika menemukan satu pintu di bagian bawah menara.
Aku masuk dan mulai memanjat. Saat aku melangkah, aku mendengar suara bernada dalam dan tua. aku tidak bisa mendengar kata-katanya. Aku menaiki tangga terus menerus, sebelum akhirnya mencapai sebuah pintu. Aku membukanya dan melangkah masuk, langsung menghadap ke jurang hitam yang besar.
Suara itu kini ada di mana-mana. Setiap kata mencabik-cabikku.
“Aku melihatmu menipuku. Apa kau pikir kau bisa hidup selamanya? Dalam semua kepalsuan? ”
Aku berteriak.
“Kau bersamaku sekarang. Selamanya. Aku telah menghancurkan dunia ini.”
Jurang itu tertutup dan aku menyadari bahwa aku sedang menatap mulut raksasa. Mulut itu terbuka lagi. Aku memikirkan Ruth. Dunia menjadi gelap.
Aku terbangun di rumah sakit.
Scott melompat dari kursi di sudut. “Wah, bung, aku senang sekali kau sudah bangun.”
"Apa yang telah terjadi?"
Dia menoleh ke belakang. “Kau tidak ingat? Kau tiba-tiba muntah sebelum kau meminum pil baru milik Jared, kau lalu pingsan. Setelahnya langsung demam tinggi.”
Aku melihat sekeliling. “Sudah berapa lama aku tidak sadar?”
“Empat hari. Ruth terus mengusirku, dia pikir aku adalah penyebab semua ini. ” dia melirik sepatunya, “perawat juga tidak begitu menyukaiku.”
“Mengapa Ruth ada di sini?”
“Dia ada di kontak daruratmu, dia disini selama kau ada disini. Dia tidak pernah meninggalkanmu bahkan untuk pulang dan tidur, dia sedang keluar untuk membeli kopi.” Dia berhenti sebentar dan bergerak canggung.
“Katakan Kawan, apakah kau punya uang tunai? Jared agak kesal karena kau memuntahi produknya. Dia meminta ganti rugi.”
Aku mendengar teriakan kegirangan dan nyaris tak mampu menoleh saat Ruth melontarkan dirinya ke arahku.
Aku dirawat di rumah sakit selama empat hari lagi sebelum diperbolehkan pulang. Dokter tidak dapat memastikan apa yang salah denganku, mereka bilang itu mungkin semacam alergi.
Keluar dari rumah sakit itu menyenangkan. Ruth menjemputku dan membawaku ke rumah Scott agar aku bisa pergi bersamanya ke terapi bebas narkoba. Rupanya, kondisiku yang hampir mati sedikit banyak membuatnya takut dan dia memutuskan untuk bersih.
Kemudian Ruth dan aku merencanakan kencan khusus, semuanya mulai beres, kami gembira karena mendapat kesempatan kedua.
Aku berjalan ke tepi jalan dan menunggu Ruth menghentikan mobilnya. Aku berdiri di sana di bawah sinar matahari, merasa hidup untuk pertama kalinya, kurasa, selama ribuan tahun.
Seorang perawat mendorong pasien lain di kursi roda ke tepi jalan, mengunci rodanya, dan berjalan pergi untuk mengambil sesuatu. Aku merasakan angin sepoi-sepoi di wajahku dan tersenyum.
Lelaki tua di kursi roda itu tertawa. Aku menatapnya dan dia mengedipkan mata. “Wow. Dia membiarkanmu pergi. Pastikan agar dia tidak mengigitmu lagi.” Lalu dia tersenyum padaku.
Kali ini aku balas tersenyum.
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
0 Response to " Selamanya, sebuah Narkoba"
Post a Comment