v Ieunitas, Infectus, talius #14 : Luminus | UNSOLVED INDONESIA

Ieunitas, Infectus, talius #14 : Luminus

 Diambil dari theholders.org

Ini adalah bagian keempatbelas dari serial  ‘Ieunitas, Infectus, Talius’

.

 “Luminus”

.

Waktu berlalu.

Hari berubah menjadi minggu dan bulan, sehingga lambat laun, Praetorius sudah hampir melupakan malam itu, ketika dia menemukan sebuah Object. Meskipun, hal yang terus kembali mengingatkannya, adalah tentang perkataan sang Holder kepadanya.

Praetorius bisa memilah-milahnya sekarang; Dia menjadi lebih baik dalam menyimpannya jauh di dalam pikiran, dimana dia tidak lagi sering memikirkannya. Kadang-kadang, hal itu masih merayap kembali dalam dirinya, seperti tentakel menjijikkan yang menggali ke dalam alam bawah sadarnya, itu bosan di dalam dan selalu mencoba menginfeksi pikiran-pikiran lainnya. Dulu lebih buruk.

Selama berbulan-bulan setelah kejadian itu, Praetorius selalu mengalami mimpi buruk. Sekarang pun masih, meski tidak sesering dulu.

Praetorius bermimpi, berulang kali, tentang Sang Holder. Praetorius bermimpi tentang apa yang dikatakannya. Praetorius dapat melihat dirinya sendiri menghadapi sosok yang berbicara tentang keunggulan Mereka. Ini memberitahu Praetorius tentang kesia-siaan hidupnya secara pribadi, dan mulai meluas ke kesia-siaan seluruh dunia, dan betapa mudahnya dunia ini dihancurkan dan dimusnahkan oleh Mereka.

Meski terdengar aneh, mimpi menakutkan itu kemudian ditimpa oleh mimpi yang lain. Mimpi tentang pertempuran, pertarungan maha dahsyat, yang entah kenapa Praetorius rindukan. Praetorius bisa melihat pecahan dan proyektil senjata yang beradu. Dia bisa membayangkan sayatan tajam mengiris dagingnya saat pertarungan terjadi, dan Praetorius bisa merasakan sakitnya meskipun sepertinya dia tidak berada di dalam tubuhnya sendiri. Itu tubuh asing, sangat asing namun begitu jahat.

Akhir dari mimpi yang bertumpuk itu selalu sama, dimana Praetorius akan mati dengan ditusuk oleh pedang berbilah gelap, dan rasa sakit yang datang setelahnya lah, yang selalu membangunkan Praetorius dari mimpi tersebut.

Praetorius bangun, selalu berkeringat dan bernapas berat. Dan terkadang, hal-hal aneh terjadi. Praetorius terbangun sekali dan menyadari bahwa dia tidak dapat bergerak, seolah-olah dia tengah mengalami sleep paralysis yang sangat menggangu.

Kejadian yang lain, adalah ketika dia mengetahui bahwa disuatu pagi, muncul semacam rune di jari-jarinya, satu di setiap ujung jari, yang mengeluarkan banyak darah selama berjam-jam. Praetorius selalu mengira bahwa itu adalah efek samping dari memiliki sebuah Obyek.

Sepanjang bulan-bulan yang menyiksa dan tak berkesudahan itu, Angela tidak pernah goyah di sisi Praetorius. Dia selalu membantu membalut jari-jari Praetorius, atau menghentikan aliran darah akibat kengerian apapun yang datang secara tiba-tiba itu.

Angela tidak pernah menanyakan apa yang terjadi, apa yang menyebabkan mimpi buruk Praetorius, ataupun apa yang mengakibatkan hal-hal ini. Mungkin Angela berpikir bahwa pada akhirnya, Praetorius akan cerita—di waktu yang tepat.

Namun Praetorius, malah merasa bahwa, jauh di lubuk hatinya, Angela bisa merasakan bahwa Praetorius telah melakukan hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh manusia. Pada tingkat tertentu, menurut Praetorius, naluri Angela memaksanya untuk menghindari berbagai macam pertanyaan.

Apa pun alasannya, Praetorius tidak akan pernah cukup hanya sekedar berterima kasih padanya. Angela membantu Praetorius melepaskan diri dari ingatan buruknya sendiri. Bahkan ketika Angela sangat takut pada Praetorius, pada apa yang telah Praetorius lakukan, Angela melakukan semua yang dia bisa untuk Praetorius. Angela telah membantu Praetorius melupakannya.

Dan upaya itu berhasil. Setidaknya, sebagian besar.

.

Karena mengira bahwa Obyek yang dia dapat adalah sumber segala masalah, Pada akhirnya, Praetorius menyimpan obyeknya di dalam kotak terkunci. Kemudian, kotak itu dia sembunyikan di tempat rahasia. Jauh dari gangguan luar, jauh dari dirinya sendiri. Praetorius membuang kuncinya, memastikan dia tidak akan pernah menyentuhnya lagi.

Kadang-kadang, Praetorius masih merindukan perasaan itu. Dia merindukan perasaan kepuasan, kemenangan, yang dibawanya obyek itu ketika didapatkan. Kadang-kadang, pada saat-saat yang tidak terduga, ketika Praetorius sedang memikirkan atau merenungkan sesuatu, suatu dorongan akan menyergap Praetorius. Sebuah hasrat yang membara. Keinginan untuk memiliki yang lain. Dibutuhkan seluruh tekad Praetorius untuk melawan perasaan itu.

Waktu berlalu.

Sekarang Praetorius sedang melakukan perjalanan ke Ibukota—perjalanan yang tidak terlalu jauh, tapi setidaknya menempuh waktu berjalan kaki sehari. Dia pergi membawa sejumlah uang yang dia dapatkan dari hasil perkebunan Angela, untuk membeli lebih banyak persediaan makanan.

Bagi Praetorius, perkotaan benar-benar pemandangan yang merendahkan hati. Sisa-sisa monumen dari peradaban yang terlupakan, berdiri di alun-alun, berasimilasi dengan perkembangan zaman. Benda-benda itu, reruntuhan-reruntuhan itu, sekarang melebur didalam hiruk pikuk kota, seolah pamer kepada semua orang yang menganggapnya tidak penting.

Akhirnya, Praetorius berhasil sampai ke pasar. Setelah membeli makanan, Praetorius tinggal sebentar untuk mengagumi karya seni yang dijual. Lukisan-lukisan dijemur di bawah sinar matahari, sementara vas-vas dan tembikar-tembikar lainnya disusun, tulisan-tulisan terpampang di atasnya, dipoles dan cukup terang sehingga Praetorius dapat melihat bayangannya sendiri, dan cerminan dari semua yang ada di belakangnya.

Termasuk sosok jangkung berjubah hitam.

Detak jantung Praetorius semakin cepat. Praetorius berbalik dengan gerakan lambat. Segala sesuatu di sekitarnya tampak kabur dan tidak jelas, seolah-olah sosok itu tidak sepenuhnya berwujud jasmani. Teror irasional memenuhi diri Praetorius, bersamaan dengan perasaan seperti putus asa. Cahaya dan warna di sekeliling sosok itu, tampak memudar, dan mulai tampak mati dan abu-abu. Jantung Praetorius terus berdebar kencang, menghantam tulang rusuknya seperti orang gila yang mencoba melarikan diri dari penjaranya. Lalu... semuanya melambat. Suaranya terus melambat sampai Praetorius hampir tidak dapat mendengarnya, ketika dia tiba-tiba menyadari—dia sekarat.

Praetorius jatuh berlutut, mencoba untuk berdiri namun merasa lebih sulit untuk melakukannya dibandingkan sebelumnya. Praetorius melihat makhluk itu berjalan perlahan ke arahnya, jubahnya tergerai ke kiri, meski Praetorius tidak bisa merasakan angin apa pun.

Praetorius bisa melihat kematian yang kelabu semakin mendekat, orang-orang berteriak seolah nyawa mereka diambil dengan paksa. Praetorius mengerahkan segenap kekuatannya, dan dalam tekad yang kuat, dia sendiri hampir tidak bisa mempercayainya; Praetorius berdiri.

Praetorius berlari.

Praetorius menerobos hutan dengan sembrono, pohon-pohon dan ranting-ranting merobek dagingnya seolah-olah ada kekuatan jahat yang merasukinya. Praetorius tidak mempedulikannya. Dia terus berlari hingga dia tidak sadar lagi bahwa dia kini, seolah-olah seperti orang mati, sebuah robot.

Meskipun begitu, tetap saja dia melanjutkan. Jeritan paru-parunya yang meminta udara berubah menjadi white noise saat dia berlari semakin cepat, bermil-mil berlalu tanpa dia sadari sepenuhnya. Praetorius menoleh ke belakang sebanyak yang dia bisa untuk melihat apakah ada sosok yang mengejar di belakangnya.

.

Praetorius keluar ke tempat terbuka, melihat rumahnya di kejauhan. Masalahnya sepertinya tidak mengikuti.

Tanpa peringatan, kakinya pun lemas, dan Praetorius terjatuh ke tanah, gemetar. Tak lama, Praetorius melanjutkan dengan merangkak di tanah, dan akhirnya bisa berdiri saat memasuki rumah. Ketika dia sudah ada disana, pemandangan yang tidak ingin dia lihat langsung menyambutnya .

Dia segera menemukan 'sisa-sisa' dari Angela. Praetorius kemudian memeluknya untuk waktu yang lama, mencoba memahami dan merasionalisasi apa yang baru saja terjadi. Air mata mengalir di pipinya saat dia merasakan tubuh Angela yang sudah dingi—

BRAK!

Praetorius terkaget, makhluk berjubah itu membanting pintu. Praetorius memeluk mayat Angela semakin erat. Dia tenggelam ke lantai, rasa ngeri menguasainya dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Sosok itu, kemudian berkata.

“Pembunuh White King, ah maksudku, Reinkarnasinya.”

Yth Pembaca,
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih

0 Response to "Ieunitas, Infectus, talius #14 : Luminus"

Post a Comment