v Ieunitas, Infectus, Talius #15 : Extricum | UNSOLVED INDONESIA

Ieunitas, Infectus, Talius #15 : Extricum

 Diambil dari theholders.org

Ini adalah bagian kelimabelas dari serial  ‘Ieunitas, Infectus, Talius’

.

 “Extricum”

.

“Tuan.”

“Apa yang ingin kamu katakan padaku?”

“The Hollow Man setuju untuk tidak akan mengganggu rencanamu.”

“Bagus, sekarang kita benar-benar bisa memulai.”

Monster itu mundur ketakutan. “Baik, tuan,” ia kemudian undur diri. Membuat retakan di tanah, dan masuk kedalamnya. Lalu, retakan itu pulih kembali seakan tidak pernah rusak sama sekali.

Melihat seluruh persiapan sudah selesai, aku pun ikut pergi.

.

Aku berjalan di sebuah rumah yang ada diatas bukit. Tempat itu cukup terbengkalai, dilihat dari kondisinya yang bobrok. Sedikit kecewa karena aku tidak bisa makan camilan sebelum kembali.

Kemudian, tanpa disuruh siapapun, aku meletakkan tanganku di kenopnya. Sulur-sulur hitam menjalar melalui kayu pintu, memancar dari tanganku, tampak seperti arteri yang bengkok. Mereka menyebar hingga pintunya tampak berdenyut dengan kehidupan. Memang benar, karena ia menjerit kesakitan saat aku memutar kenopnya.

Kemudian, aku masuk ke dalam rumah, yang terhubung ke dalam markas tersembunyiku.

Budak-budakku yang tak bermata berkeliaran di ruang masuk yang panjang, mengambil perbekalan dan merawat ‘tumbal-tumbal', yang jeritannya terdengar dari ruangan lain.

Seseorang melihatku. Ia berjalan cepat ke arahku, berdiri di sebelah kananku, menghadapku. Yang lain mengikuti, berdiri di sebelah kiriku. Mereka berjajar menyambut kedatanganku.

Segera yang lain berkumpul, sampai mereka membentuk koridor panjang yang membentang hingga separuh ruang masuk yang luas, berdiri dengan penuh perhatian. Bersama-sama, mereka berlutut, lutut kiri menyentuh tanah secara serempak, telapak tangan kanan ditanam di depan mereka. Aku berjalan diantara jajaran makhluk ini. Aku merasakan sensasi familiar akan kehampaan dan kuasa di tempat suciku ini, sebuah tempat yang merupakan kerajaa—

Ouch.

—ku tersandung, tanganku menyentuh perutku karena kesakitan. Rasa lapar berkobar, pandanganku menjadi kabur sejenak. Aku berhasil memperbaiki langkahku, tanganku kembali jatuh ke samping. Wajah-wajah itu, yang semuanya ditutupi oleh masker bedah, menatapku dengan prihatin.

Aku menunjuk pada seseorang yang terlihat seperti pria paruh baya. Satu lagi yang sepertinya baru berusia dua puluh tahun. Aku juga menunjuk pada seorang wanita berusia dua puluhan.

Tanpa kata-kata, tanpa ekspresi, ketiganya berdiri, membentuk satu barisan di belakangku saat aku berjalan. Lorong budakku yang semakin besar melengkung, menciptakan jalan menuju serangkaian pintu ganda yang besar.

Pintu itu terbuka saat aku mendekatinya, dan menutup setelah aku masuk. Ruangan ini benar-benar gelap, kecuali satu lingkaran cahaya putih pucat di tengahnya. Aku berjalan ke sana, duduk di tengah lingkaran dan memberi isyarat kepada bawahanku.

Mereka berlutut dalam barisan horizontal di depanku. Mereka tidak bergerak, ekspresi mereka tidak berubah saat mereka mati, sisa kekuatan hidup mereka keluar dari tubuh mereka dan memenuhi diriku, untuk sementara waktu.

Bentuk mereka dengan cepat hancur, dan yang tersisa dari mereka hanya energi yang kini bersemayam di dalam diriku. Rasa lapar terpuaskan sementara, aku memfokuskan pikiranku. Rune yang menutupi ruangan mulai dipenuhi dengan cahaya yang terpancar dariku, hingga seluruh ruangan diterangi dengan cahaya putih redup. Aku memejamkan mata.

.

Pandanganku meluas melampaui diriku sendiri, memenuhi tempat suci. Aku bisa merasakan semua pelayanku, semua terdorong oleh pikiranku, bergerak, bekerja, melayaniku sebagai satu kesatuan. Mereka berpikir dan merasa seperti satu organisme hidup, suatu kumpulan aktivitas bersama yang berfungsi dengan lancar dan sempurna. Aku mengagumi keindahannya sebentar.

Pandanganku meluas lebih jauh lagi, melewati Void, melewati alam semesta itu sendiri. Rasa lapar meninggalkanku saat aku memikirkan tentang keberadaan itu sendiri.

Balance. Delapan tahun telah berlalu sejak pertemuan terakhir kita, dan dia sudah lama tidak terdengar kabarnya. Apakah dia benar-benar takut padaku? Mengapa? Apakah dia takut dengan kekuatanku?

Apakah dia takut akan kesia-siaan atas situasnya? Lalu menyerahlah pada nasibnya dan pergi? Apakah dia takut dengan apa yang akan aku lakukan? Ini adalah waktu untuk mengakhiri! Ini adalah waktu untuk aku bunuh diri agar Angela tenang di alam sa—Aph?!

Aku kehilangan konsentrasiku. Pemikiran itu... itu bukan punyaku. Apa yang telah terjadi? Apakah jiwa yang kuserap beberapa waktu lalu memberontak melawanku?

Aku memegangi kepala. Tidak-tidak, itu mustahil.

Mencoba mengendalikan diri, aku diam sebentar. Praetorius, aku sangat yakin bahwa dia adalah reinkarnasi dari The Dark One, sang pemilik asli Pedang Raja Hitam. Ini bahkan terbukti ketika Pedang Raja Hitam meresponku dengan sangat ganas ketika Praetorius dan aku sudah 'menjadi satu’. Pedang itu mengenali masternya, dan dia menjadi semakin haus dengan darah.

Namun sensasi ini, benar-benar berbeda. Ada rasa kehilangan di dalam diriku. Kehilangan orang yang aku cintai, dan dendam kepada diriku sendiri. Aku bisa merasakannya, ini adalah sensasi yang mendorongku untuk bunuh diri.

Aku mencoba mengepalkan tanganku sendiri. Untungnya, sensasi itu tidak menetap. Itu sesekali datang namun dapat ditekan oleh ambisi yang lebih besar. Ambisi untuk menghancurkan The Balance, Legion, sebelum mengkonsumsi bumi dan segenap isinya.

Aku tertawa,

Yah, aku tidak perlu mencari Balance, aku akan membuat dia datang padaku. Mungkin memancingnya dengan ‘umpan’ yang tidak dapat dia tolak.

Yth Pembaca,
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih

0 Response to "Ieunitas, Infectus, Talius #15 : Extricum"

Post a Comment