v Ieunitas, Infectus, Talius #16 : Pondera | UNSOLVED INDONESIA

Ieunitas, Infectus, Talius #16 : Pondera


 Diambil dari theholders.org

Ini adalah bagian keenambelas dari serial  ‘Ieunitas, Infectus, Talius’

.

“Pondera”

.

Baris demi baris budak-budakku mengalir dari portal dimensi, berpisah satu sama lain dan menyebar. Mereka mengalir ke luar, dan jumlah mereka terus bertambah, semuanya berbaris dalam ritme yang sempurna.

Tanah mulai bergetar akibat langkah kaki mereka, volume kolektif mereka menjadi sangat besar sehingga getarannya dapat dirasakan melalui tanah. Langit mulai gelap saat pasukanku dilepaskan; energi gelap mereka mengotori udara itu sendiri, hingga matahari berubah menjadi merah darah.

Budak-budakku menyebar di jalanan, berbaris di antara gedung-gedung dan melewati gang-gang seperti darah mengalir melalui pembuluh darah. Manusia berlarian dan menjerit, manusia lambat ditangkap dan dipotong-potong oleh tentaraku, yang tidak pernah berhenti melangkah bahkan ketika mereka mencabik-cabik orang-orang.

Jiwa-jiwa mereka yang jatuh, mengalir ke dalam tubuhku dan memperkuat eksistensiku sebagai tiran. Kemudian, diantara manusia-manusia yang mati itu, beberapa bangkit kembali untuk bergabung kepada tentara laknatku yang tengah melakukan invasi.

Aku memerintahkan mereka menyebar, dan tentaraku berpencar seperti wabah. Memanen lebih banyak jiwa untuk aku konsumsi.

.

.

“Kau, kau adalah tuan dari pasukan ini?”

Aku menoleh, melihat seorang manusia yang mengacungkan belati kepadaku. Itu, adalah obyek. Dagger Of Galaxies.

‘Seeker dengan satu obyek. Sungguh pemberani.’

Kemudian, tiba-tiba, tanpa peringatan, dia menyerbu ke arahku. Sebelum dia mencapaiku, aku mengulurkan tangan. Dia berhenti secara paksa. Kemudian, perlahan-lahan kuangkat dia ke udara. Wajahnya berkerut kesakitan, mulutnya terbuka, meronta saat kulitnya berubah menjadi abu-abu, matanya berubah menjadi abu dan darah mengalir dari rongganya. Kurasakan energinya mengalir ke dalam diriku.

Aku menurunkannya perlahan, dan dia bergabung dengan barisan pasukanku, langsung mengikuti irama gerakan mereka. aku menatap Obyek yang kurebut darinya, dan kemudian benda itu aku konsumsi. 

Mengkonsumsi Obyek maupun jiwa manusia, sama-sama memberiku kekuatan. Meskipun Object, harus ku ‘cerna’ lebih lama. Akan memakan waktu sampai aku dapat mengkonsumsi Obyek berikutnya.

Bahkan, bertahun-tahun semenjak aku pertama kali mengkonsumsi obyek The Holder of Forever, Obyek-obyek yang aku konsumsi setelahnya bisa dihitung dengan jari. Itu semua karena penyerapannya lambat.

Namun, akan berbeda setelah aku menyerap Balance. Dengan kekuatannya yang berasimilasi dengan milikku, Aku bisa menyerap banyak Obyek sekaligus. Dan dengan begitu, aku bisa mendatangkan kiamat, memuaskan rasa laparku dalam waktu yang cukup lama.

Di dalam garis memoriku, aku bisa mengingat ketika aku (Essum) menghancurkan peradaban lain dengan cara yang serupa. Menyerap sang Protector, memakan seluruh obyek mereka, dan mendatangkan kehancuran. Setelahnya, aku (Essum) pergi ke galaksi berikutnya untuk mengulang prosesnya. Sebuah siklus penaklukan yang sangat sempurna.

Tentu, tanah ini, penaklukan yang aku lakukan sekarang, begitu spesial karena obyek-obyek yang ada disini, adalah alasan Keberadaanku (Essum).

.

.

Aku menggelengkan kepalaku, mencoba kembali fokus. Tiba-tiba, retakan dimensi yang lain muncul di udara. itu berbeda dari milikku. Kemudian, dari retakan itu, gerombolan monster busuk berdatangan. Mereka tanpa aba-aba langsung bentrok dengan pasukanku.

Ah!

Dari auranya, aku langsung tau milik siapa pasukan ini.

Legion.

Beberapa pasukanku kuarahkan maju, untuk melawan banjir dari hewan-hewan iblis berkaki empat yang berdatangan itu. Meskipun pasukan mereka kuat dan mengganggu, mereka bukan tandingan pasukanku. Perlahan tapi pasti, monster-monster itu terkoyak, darah iblis dan jeroan melapisi tangan para budakku. Lebih banyak lagi yang keluar dari retakan dimensi mereka, tapi tentaraku juga melakukan hal yang sama.

Kemudian, kulihat satu orang yang berbeda datang dari portal Legion.

‘The Holder of Loneliness.’ Ujarku kepadanya.

“Selamat sore.” Balas sosok itu.

Setahuku, sosok ini, adalah Holder yang terikat kesetiaan oleh Legion, karena ‘aturan’ dari Obyek yang membelenggunya. Dia secara tekhnis adalah anak buah Legion, karena obyeknya kini berada di tangan orang itu.

Aku mengisyaratkan anak buahku untuk menyerangnya, namun makhluk buas di kubu lain memasang badan mereka di depan Loneliness untuk mencegah anak buahku menyentuhnya. Cipratan darah dan cabikan daging terus terjadi diantara posisiku dan Loneliness.

Ketika aku mengetahui usaha itu sia-sia, aku langsung mengarahkan tanganku ke gagang Pedang Raja Hitam untuk bersiap-siap.

‘Apakah Legion akan datang?’ tanyaku.

“Aku yakin tidak. Tuanku memiliki agenda yang lebih penting dibandingkan harus berada di tempat kotor seperti ini.” Ujarnya, melihat mayat yang bergelimpangan.

Aku mendengus.

‘Kalau begitu pulanglah, kau adalah Holder yang lemah dan aku memiliki janji yang lebih penting dengan Balance. Aku akan datang ke Legion setelah urusanku selesai. ’ Jelasku.

“Aku diperintahkan untu—“

Sebelum dia sempat menyelesaikan kalimatnya, aku sudah menggengam Pedang Raja Hitam dan melakukan satu tebasan luas di udara. Aura dari tebasan itu, langsung menghancurkan portal-portal dimensi yang digunakan sebagai tempat masuk hewan-hewan Legion.

Kulihat Loneliness terkejut, dan mundur satu langkah. Yah, ini tidak ada gunanya.

Aku pada akhirnya mundur dan tidak memperdulikannya lagi. aku membuka portal dimensi untuk menuju tempat yang sudah kupilih untuk menjadi panggung terakhir dalam pertarunganku dengan Balance.

The Tower. Sebuah tempat kuno di dimensi kosong, tempat pertama kali Obyek-obyek dunia ini berpisah.

 .

.

.

Aku berjalan di gurun yang luas. Dibelakangku, adalah sebagian tentaraku yang aku bawa. Sebagian besar dari mereka berada di bumi dan mengamuk, memanen banyak jiwa agar aku bisa menimbun kekuatan.

Setelah menempuh jarak beberapa mil, akhirnya kami bisa melihatnya—The Tower. Dari luar, tampak seperti itu saja: sebuah menara batu yang sederhana. Kelihatannya terlalu kecil untuk menampung 2538 lantai yang sebenarnya, tapi, tentu saja, penampilan bisa menipu.

Tiba-tiba, tanah mulai bergetar. Tentaraku terkejut, dan mereka beralih ke posisi bertahan. Di depan mata kami, pasir mulai naik dari tanah, merajut dirinya menjadi bentuk humanoid. Itu menyatu, membentuk pedang dan tombak di tangan sosok-sosok ‘manusia pasir’ yang kemudian bangkit.

Sosok-sosok itu nampak keras, bergerak perlahan pada awalnya, namun semakin cepat seiring mereka menyerang. Tentaraku menghadapi mereka secara langsung, tinju hancur dan pedang ditebas. Dalam sekejap, semua makhluk pasir itu telah dimusnahkan.

Kami mengambil beberapa langkah lagi, tapi tanah mulai berguncang lagi. Dan makhluk-makhluk lain datang dan terbentuk dari pasir. Kali ini lebih banyak, dan bentuknya lebih bervariasi—tidak hanya humanoid.

Para tentaraku terus berjuang, mereka tidak mengalami cedera karena mereka menghancurkan setiap makhluk yang berada dalam jangkauan tangan mereka, namun sayangnya, musuh juga sama.. Setiap kali makhluk pasir itu jatuh, mereka akan terbentuk kembali dari pasir. Aku mengangkat tangan, dan tentaraku membentuk lingkaran di sekelilingku, menghadap gerombolan itu. Sebuah ide muncul di benakku. Jika mereka terbentuk dari pasir, maka yang perlu dilakukan untuk mengalahkan mereka hanyalah...

..Mengubah pasir menjadi kaca.

Prajuritku menghentikan pertarungan mereka sejenak. Di masing-masing mata mereka, titik kecil cahaya putih muncul, panas dan intensitasnya bertambah dalam hitungan detik. Dan kemudian, secara serentak, itu mengeluarkan aura panas. 

Semburan api hitam kembar meletus dari rongganya, panas terik menyelimuti para prajurit pasir. Mereka mulai berubah warna menjadi putih-oranye saat meleleh, tenggelam kembali ke dalam pasir. Prajuritku mengarahkan kepala mereka ke bawah, menyebabkan nyala api menjilat pasir di bawah kaki kami, mengubahnya menjadi kaca dalam hitungan detik. Kurasa mereka sukses, pikirku dalam hati.

Kami berjalan mendekati tempat tujuan kami tanpa ada lagi gangguan...

...pintu ganda Menara terbuka saat aku mendekat.

Aku menemukan diriku berada di ruang depan yang besar, ruangan itu berdiameter bermil-mil. Rak buku berjajar di dinding, merinci setiap aspek keberadaan, dari setiap pengetahuan yang diketahui.

Lalu, sebelum aku hendak mendaki menara, aku diam. Memejamkan mata, aku menancapkan Pedang Raja Hitam kepada bayanganku sendiri. Ketika kubisikan sesuatu kepada bayangan itu, bayangan itu bangkit dan membentuk tiruan sempurna dari diriku.

Aku menatapnya, dan dopelgengger ku itu menatapku.

Bahkan tanpa disuruh, dia sudah tau apa yang harus dia lakukan.

.

.

.

.

“Essum! "

Aku membuka mata, ketika seseorang datang menggangu ketika aku sedang bermeditasi.

‘Halo, Balance.’

“Beritahu aku, dimana dia!”

‘Dia masih hidup.’

Kulihat ada sedikit raut kelegaan tergambar di wajahnya.

Kami kemudian saling menatap satu sama lain. 

Balance tau, bahwa dia harus melewati mayatku terlebih dahulu jika dia ingin melihat orang yang dia cintai kembali.

“...”

‘Tempat ini luar biasa. Disini, akan menjadi tempat terbaik untuk menyelesaikan semuanya’

“Baiklah,” kata Balance.

Aku menyuruhnya mengikutiku, dan dalam sekejap, kami sudah berada di lantai 2536. Aku sengaja memilih tempat ini karena jendelanya yang berada disetiap sisi, memperlihatkan pemandangan luar yang menakjubkan.

Aku menatapnya, dan dia menatapku. Kulihat dia sudah bersiap-siap untuk bertarung. Aku hanya tersenyum dan kemudian memanggil salah satu anak buahku. Dia keluar dari ruang dimensi membawa dua buah karung.

Kulihat Balance mendecak.

'Ada dua tipe manusia di dunia ini. Dia yang termotivasi ketika melihat sandera hidup, dan dia yang termotivasi ketika dia melihat sandera mati.'

Dengan itu, anak buahku dengan kasar melempar dua karung itu  ke lantai, dia lalu menarik dua rantai panjang darinya, memegang keduanya di tangannya yang besar. Ini memberi mereka tarikan yang kasar, namun mengungkap dua sosok yang tidak sadarkan diri. 

'Aku sempat berpikir untuk membunuh mereka sedetik setelah kau datang melewati pintu...'

"..."

'...Tapi rasa kehilangan terkadang akan meredupkan semangat bertarung seseorang. Dan aku tidak ingin melawan The Balance yang setengah-setengah.'

Keterkejutan dan kemarahan melintas di wajah Balance saat dia mengenali wajah kekasihnya, Shelly, dan keponakannya. Tangan mereka terikat di belakang punggung, sedangkan ada rantai di leher mereka. 

Tentu, yang paling mengejutkan Balance, adalah sudut mata Shelly yang mengeluarkan darah, dan kelopaknya terpejam. 

Balance yang melihat ada keanehan, langsung tau...

... kedua mata Shelly telah diambil.

“Kau—“ Balance jelas terusik dengan kondisi tersebut

‘Aku adalah orang jahat, ingat? Hal ini terjadi. Selain itu, bagaimana lagi aku bisa meyakinkanmu untuk benar-benar melawanku dengan segenap kekuatan yang kau miliki?’

“Kau tidak akan lolos hanya dari sekedar mati! Aku akan menghancurkan keberadaanmu sampai segala hal tentang dirimu tidak akan pernah diingat lagi oleh makhluk bernyawa manapun di dunia ini!” Balance berteriak, gemetar karena marah.

Aku tersenyum

‘Itu baru semangat’

Yth Pembaca,
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih

0 Response to "Ieunitas, Infectus, Talius #16 : Pondera"

Post a Comment