ChBA
"Kemana Anak-anak Nakal Akan Pergi"
Berdasarkan cerita yang berjudul Where Bad Kids Go by Unknown Author (Public Domain)
.
Aku mungkin berusia enam atau tujuh tahun saat tinggal di Afghanistan. Negara itu dilanda perang pada saat itu, dan pembunuhan adalah hal yang biasa dan sering terjadi. Aku ingat pada masa yang sangat kejam, ketika pengeboman jarang berhenti, aku akan tinggal di rumah dan duduk di depan televisi sambil menonton acara yang sangat, sangat aneh.
Itu adalah acara anak-anak yang berlangsung sekitar 30 menit dan berisi adegan-adegan parodi aneh dan menyeramkan. Hingga hari ini, aku percaya itu adalah upaya terselubung dari pihak media untuk menggunakan taktik menakut-nakuti agar anak-anak tetap tinggal dirumah dan menurut, karena moral dari setiap episode berkisar pada pesan bahwa anak-anak tidak boleh nakal: hal-hal seperti, “Akibat dari anak-anak yang begadang," "Anak-anak yang suka mencuri, makanan dari kulkas di malam hari." Atau “anak-anak yang suka keluyuran tampa permisi kepada orang tua.”
Itu benar-benar aneh.
Aku tidak mengerti banyak dari keseluruhan konsepnya, tetapi sebagian besar, adegan-adegan, serta gambar yang disajikan oleh acara itu sangat gamblang dan komprehensif.
Dari semua, hal yang paling berkesan bagiku adalah adegan penutupnya. Adegan itu hampir sama di setiap episode. Kamera akan menyorot pintu tua, berkarat, dan tertutup. Saat kamera semakin dekat ke pintu, jeritan aneh dan terkadang bahkan menyakitkan akan semakin terdengar. Adegan itu sangat menakutkan, terutama untuk acara anak-anak.
Kemudian, teks akan muncul di layar dalam bahasa Arab yang berbunyi: "Ke situlah anak-anak yang nakal akan pergi." Akhirnya, gambar dan suara akan memudar, dan episode itu pun berakhir.
Sekitar 15 atau 16 tahun kemudian, aku kembali ke timur Tengah dan bekerja untuk koran lokal. Aku kembali ke Afganistan dan menjalani hidup disana. Memiliki anak dan istri.
Sesekali, ketika aku menemani anakku menonton televisi, Acara aneh dari masa kecilku itu selalu terngiang dalam pikiranku. Sekarang, sayang itu tidak pernah ada lagi.
Aku sedang menentukan tema untuk sebuah rubik di koran termpatku bekerja ketika aku teringat tentang acara aneh dimasa kecilku itu. Aku berniat menjadikan acara itu menjadi sebuah artikel.
Beberapa rekan kerja mengaku familiar dengan acaranya ketika aku tanya, tapi mereka tidak terlalu ingat, karena seperti diriku, itu hanyalah kenangan masa kecil yang sudah usang. Kami kebanyakan adalah orang tua sekarang.
Akhirnya, aku memutuskan untuk melakukan riset mendalam. Mencari dari berbagai sumber sebelum kemudian berhasil menemukan alamat dari studio tempat sebagian besar program itu direkam.
Setelah memastikan semua informasi benar, akhirnya aku melakukan perjalanan ke tempat tersebut dengan harapan bisa mendapatkan pengetahuan lebih lanjut. Aku mengetahui bahwa tempat itu sekarang sepi, dan telah ditinggalkan pasca perang berakhir.
Memang benar, gedung itu terlihat tidak lagi diurus, aku bahkan ragu akan ada satpam atau penjagaan apapun, sehingga aku memutuskan masuk tanpa permisi.
Aku memasuki gedung itu dengan kameraku. Memotret setiap sudut yang ada. Di dalam, adalah suasana yang akan kau jumpai apabila kau berada di stasiun televisi atau semacamnya, kecuali, tempat itu sudah ditinggalkan dan kini hanya menyisakan ruang-ruang penuh barang-barang rekaman yang tidak terpakai.
Aku menyusuri setiap ruang dan terus memotret, mengabadikan suasana studio mati yang sudah tidak lagi beroperasi.
Kemudian, aku memasuki ruangan yang sangat familiar. Set nya, propertinya, backgroundnya, sama seperti apa yang aku lihat puluhan tahun lalu di layar televisi. Segenap memori nostalgia mengalir kepadaku.
Sayang, karena aku kini sudah dewasa, aku memperhatikan sekitar dan mulai terkejut. Kini aku memahami sebagian besar simbolik-simbolik yang disajikan. Menjadikan kesimpulan atas apa yang pernah aku tonton dimasa kecil.
Itu tidak bagus.
Lalu pandanganku menoleh ke sudut ruangan. Ke sebuah pintu berkarat yang teronggok diam. Aku ingat pintu itu. Itu adalah pintu yang aku lihat di setiap akhir episode.
Aku mendekat dan berniat memeriksanya. Butuh waktu membuka pintunya karena itu terkunci dan aku terpaksa membobolnya.. Namun pada akhirnya, aku berhasil.
Yang aku temukan didalam, adalah sesuatu yang tidak pernah aku bayangkan akan aku temui ketika aku melakukan perjalanan kesini.
Aku membeku di ambang pintu selama beberapa menit. Jejak darah, kotoran, dan pecahan tulang kecil berserakan di lantai. Itu adalah ruangan kecil, dan pemandangan yang sangat mengerikan. Banyak alat-alat aneh yang mirip seperti alat penyiksaan. Rantai-rantai berkarat, dan yang paling tidak bisa membuatku tenang adalah baunya. Busuk, amis.
Ketika aku mengamati lebih intens, aku melihat mikrofon yang tergantung di langit-langit. Tidak ada kamera.
Mungkin itu alasan di setiap akhir episode hanya akan terdengar suara jeritan, tanpa memperlihatkan apa yang terjadi di balik pintu ini.
.
.
End.
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
0 Response to "Story : Kemana Anak-anak Nakal Akan Pergi"
Post a Comment