The Arkansas Sleep Experiment
Crdited to nazisharks
From r/nosleep
Translated by : Admin
Note : cerita ini bukan bagian dari The Holders Series. Pula meskipun ada kesamaan, tidak memiliki hubungan dengan Russian Sleep Experiment.
To those who sleep
Ini terjadi beberapa tahun yang lalu. Jika kau cukup populer, kau mungkin pernah mendengar rumor ini dari salah satu circle tongkronganmu. Jika kau rajin menjelajah internet, kau mungkin secara tidak sengaja akan menemui kisah ini. Apapun itu, sebagian besar kesan pertama pasti tidak akan berbuah banyak tentang apa yang didengar atau dibaca tentang hal ini. Tidak seorang pun tahu apa yang sebenarnya terjadi. Karena aku satu-satunya yang tahu dan aku tetap diam. Aku punya alasan tersendiri, tentu saja. Namun setelah semua, tidak ada satu pun yang penting sekarang. Sekarang, aku hendak menceritakan semuanya. Inilah yang sebenarnya terjadi.
Kami berempat dipilih langsung untuk percobaan ini oleh Prof. Richardson karena kami semua pernah belajar di bawah bimbingannya, bekerja di bawah bimbingannya, dan, sebaik yang dapat dilakukan siapa pun, memperoleh kepercayaannya.
Dia bilang eksperimen yang ini beda dari yang sudah-sudah. Kami harus merahasiakannya. Dia ingin, untuk kebaikan semua orang, tidak ada kebocoran informasi.
Yang dia katakan sebelum memulai adalah; dia meminta kami “hidup seperti ini” sebulan dan jika kami berhasil, tidur tidak akan pernah menjadi kebutuhan lagi.
"Coba bayangkan," katanya, "jika kalian bisa terjaga melebihi jam normal, plus 6 hingga 8 jam setiap hari. Maka pekerjaan yang harusnya dikerjakan seminggu bisa selesai dalam tiga hari. Apabila menghitung uang lembur, Gaji tahunan bisa terbayar sebelum tahun berakhir."
Tentu kami percaya dengannya. Jika dia benar, dia pasti akan mendapat Hadiah Nobel. Itu akan mengubah dunia.
Kami mengutip ucapannya, bahwa ketika eksperimen ini berhasil, Tidur bukanlah lagi kebutuhan, melainkan tidak lebih dari sekedar hobi. Bayangkan itu. Kami merasa beruntung menjadi bagian dari proyek besarnya itu. Kami masuk dengan harapan tertinggi. Kami sangat gembira untuk masa depan baru bagi umat manusia dan bagi diri kami sendiri.
Andai aku di masa kini bisa memberitahu diriku sendiri di masa itu, bahwa aku adalah satu-satunya yang berhasil meninggalkan tempat itu.
Minggu 1
Prof. Richardson membawa kami ke lokasi eksperimen dengan mobil van-nya, sambil menjelaskan apa yang harus kami lakukan. Untuk keperluan penelitian, kami diminta untuk tetap berada di 'area', begitu ia menyebutnya. Kami akan dikurung di dalam tempat tertentu, dan tidak boleh menggunakan alat komunikasi dan wifi. Selain harus bersabar, kami tidak perlu melakukan apa pun.
“Mesinku yang akan melakukan semua pekerjaan,” jelasnya. “Mesin ini menggunakan campuran gelombang suara yang kompleks untuk mengganggu proses tidur, bagian dari evolusi sebelum peradaban. Efek samping yang paling langsung akan kau rasakan adalah kau tidak akan lagi bermimpi.”
Dampak lain yang kami temukan harus kami catat laporkan. Seperti yang dia katakan, kami berada di "wilayah yang belum dipetakan" sehingga kami harus "memetakan bahayanya."
Besarnya visi dari proyek itu cukup menginspirasi. Lalu kami melihat kompleks area yang dimaksud itu. Octagon, begitulah sebutannya. Struktur beton segi delapan yang dibangun di ujung labirin jalan tanah di suatu tempat di hutan belantara Searcy, Arkansas. Bahkan sampai hari ini, aku tidak pernah bisa menemukannya lagi.
Profesor mengatakan awalnya tempat itu dimaksudkan sebagai penjara bagi teroris, tetapi ditinggalkan dan tidak pernah digunakan. Tempat yang kemudian menjadi kompleks eksperimen itu hampir tidak bisa ditembus, tidak terlihat oleh satelit, tetapi bagi kami, tempat itu telah dilengkapi dengan semua kenyamanan yang kami butuhkan untuk sebulan.
Aku rasa tidak ada di antara kami yang berharap untuk benar-benar ‘menghapus’ tidur dari kehidupan kami. Kami pikir, mungkin, pengurangan durasi kebutuhan tidur adalah yang akan terjadi. Kebutuhan tidur 8 jam menjadi setengahnya, atau mungkin menjadi 2 jam. Itu yang kami kira.
Kami menghabiskan sebagian besar dari dua hari pertama berspekulasi tentang bagaimana mesin buatan Professor bekerja. Dengan "campuran gelombang suara yang kompleks", dan apakah memanipulasi tidur benar-benar merupakan bagian dari evolusi, seperti yang diklaim oleh Profesor.
Pada hari ketiga, efek dari eksperimen ini menjadi semakin terasa. Yang mulanya kami tidur 7-8 jam, perlahan jam tidur kami menyusut, kami merasa lebih terjaga dan penuh energi daripada sebelumnya. Surplus energi berlebih ini, tentu kami manfaatkan untuk berdebat tentang ide-ide ini. Saat itulah puncak kegembiraan benar-benar melanda kami.
"Dia benar-benar melakukannya," kata JT. JT adalah pria bertubuh besar dan berjanggut merah, tipe pria yang memiliki hobi mengoleksi kartu Yu-Gi-Oh.
"Hmm, entahlah," kata James, yang selalu skeptis. Sebenarnya, ia datang dari Australia hanya untuk belajar di bawah bimbingan Richardson. "Mesin itu bisa saja hanya sekedar perangsang kelenjar adrenal, yang kemudian memberi kita sedikit adrenalin sepanjang hari. Kau tau bahwa adrenalin tidak akan bertahan selamanya. "
“Meski begitu, itu tidak akan mengubah fakta bahwa jam tidur yang kita butuhkan semakin sedikit,” kataku.
Dengan waktu luang kami, kami banyak membaca, bermain kartu dan games sederhana, bahkan setelah semua itu, kami masih punya banyak waktu untuk duduk-duduk dan berdebat.
"Aku rasa aku harus mengakui bahwa ini sungguh menakjubkan," kata James, setelah kami menghabiskan waktu berdebat tentang potensi pekerjaan yang dapat diselesaikan apabila manusia mampu terjaga selama 18-20 jam perhari.
Kami semua merasakannya. Rasanya hampir seperti euforia, kegembiraan yang kami rasakan karena mungkin menjadi manusia pertama yang hidup tanpa perlu tidur. Secara teknis, kami masih memerlukan beberapa jam tidur setiap malam, tetapi kami memutuskan bersama bahwa itu dilakukan lebih karena kebiasaan daripada kebutuhan. Sesuatu telah berubah dalam metabolisme, sementara butuh waktu sampai otak menyesuaikan.
Kemudian, pada hari keempat, Don berkata, "Ada yang salah." Don serius. Super serius. aku pernah dengar dia dulunya seorang Fransiskan. Itu terlihat. Dia tidak banyak bicara dan ketika dia bicara, biasanya ada baiknya untuk mendengarkan.
Kali ini dia mengungkapkan sesuatu yang selama ini aku rasakan.
“Apa yang terjadi?” Itu JT.
"Aku tidak tahu," katanya. "Itu hanya perasaan. Kegelisahan yang terus-menerus. Seperti sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya atau bahwa kita berada di tempat yang salah."
"Hm," kata James, "Aku juga merasakannya. Namun itu sepertinya lebih ke menjurus kepada keanehan tempat ini. Kita semua tahu tempat ini aneh saat pertama kali melihatnya. Bangunan octagon beton ini. ini hanya firasat, bahkan sebelum semua ini dimulai, aku merasa ada yang salah dengan tempat ini. Seperti sesuatu yang mengerikan terjadi di sini."
“Yang aku tau, bangunan ini tidak pernah digunakan,” kataku.
“Pemerintah selalu mengatakan hal itu tentang penjara atau fasilitas rahasia,” kata James.
“Lebih dari itu,” kata JT. “aku juga merasakannya. Awalnya aku pikir itu hanya karena kurangnya jendela. Tapi bukan itu. aku pikir itu karena sudut-sudutnya. Sudut-sudut bangunan ini tidak sesuai dengan yang seharusnya.”
“Bagaimana kalau semua orang di luar sudah mati?” tanya Don. Kesimpulan yang tidak ada dasarnya.
James melompat begitu cepat hingga kursinya jatuh ke tanah. “Hentikan omong kosong itu, Don! Kenapa kau berkata begitu?”
"Tunggu, jadi maksudmu?" tanyaku. "Tempat ini adalah ‘'octagon berhantu'?"
“Ya, James,” kata JT, “apakah tempat ini dibangun di atas tanah pemakaman orang Indian yang berbentuk segi delapan?” dengan nada mengejek.
"Ha. Itu teori yang bagus, tapi aku punya yang lebih bagus.” katanya. Entah kenapa ini malah menjadi lomba adu teori konspirasi.
"Sekarang pikirkan. Tempat di sekitar kita berubah berdasarkan cara kita memandangnya. Ambil contoh sebuah gereja. Orang-orang yang pergi ke sana menganggapnya suci. Jadi mereka melakukan berbagai hal yang berhubungan dengan keajaiban. Seperti pengusiran roh, pengobatan alternatif untuk orang cacat, konsultasi batin dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan pada tempat itu hanya meningkatkan persepsi kesucian dan memengaruhi pengunjung di masa mendatang untuk memandangnya dengan cara yang sama dan mengubahnya dengan cara yang sama. Tempat-tempat berhantu juga sama. Karena satu dan lain alasan, tempat-tempat itu mulai dianggap berhantu. Semakin tempat-tempat itu dianggap seperti itu, semakin tempat-tempat itu dipenuhi dengan fenomena horor. Bahkan jika kau belum pernah melihat tempat itu sebelumnya, kau akan menangkap petunjuk-petunjuk makhluk halus, membuatmu seakan kau peka terhadap hal-hal mistis. Di satu sisi, tidak salah untuk mengatakan bahwa itu adalah tempat berhantu. Tidak salah untuk mengatakan bahwa tempat ibadah itu suci. Interaksi kita dengan tempat itu lah, yang menjadikannya menjadi sesuatu yang lebih dari sekedar tumpukan beton dan kayu.
"Jadi yang ingin kukatakan adalah, mungkin beberapa hal terjadi di sini dan kita menyadarinya. Beberapa hal yang sangat mengerikan. Dan dalam hal itu, ya, ini adalah oktagon berhantu."
"Tidak, tidak, tidak," kata Don, "suatu tempat dianggap 'suci' karena suatu otoritas menyampaikannya kepada siapa pun yang mau mendengarkan. Sama seperti tempat 'berhantu' yang menghasilkan banyak uang dari turis-turis yang bodoh."
"Apa pun itu," kataku, "kita semua sepakat ada yang tidak beres dengan situasi kita. Mungkin mesinnya. Menurutku, kita tulis saja apa yang kita rasakan sebagai efek samping."
Setidaknya, pada poin itu, kami semua bisa sepakat. Walaupun, itu tidak meredakan kegelisahan kami, tetapi kami menuliskannya. Entah bagaimana kami langsung menyetujui ungkapan itu. “Perasaan akut bahwa kami telah memasuki sesuatu yang tidak kami inginkan.”
Minggu ke 2
Kami berusaha semaksimal mungkin untuk mengabaikan perasaan ini dan melanjutkan hidup seperti sebelumnya. Beberapa hari pertama itu merupakan hari-hari terbaik dalam kehidupan dewasa kami. Namun, kami tidak pernah kembali ke masa-masa bahagia itu.
Saat itu aku menyadari betapa piciknya Richardson karena meninggalkan kami di sana tanpa sarana untuk menghubungi dunia luar. Ketika aku menyuarakan pendapat itu kepada grup…
"Itulah yang ada di pikiranku," kata JT. "Richardson bukan orang bodoh. Kau mengerti maksudku? Kurasa dia melakukan ini dengan sengaja."
"Mengapa dia melakukan itu?" tanyaku.
"Tentu saja untuk sains," jawabnya. "Itu salah satu meta-studi, di mana kita diberi tahu tentang satu hal, tetapi sebenarnya penguji ingin mengetahui bagaimana kita bereaksi di dalam eksperimen. Semua hanya untuk mengambil data."
"Bagaimana jika Richardson tidak punya pikihan?" kata James. "Pemerintah yang memaksanya untuk melakukannya. Dan mesin itu dirancang untuk mengendalikan kita. Atau mungkin atasan Richardson adalah pihak swasta. Bisa juga semacam aliran sesat. Scientologi mungkin. "
"Yang aku tau pasti, Ini adalah instalasi yang dibangun pemerintah, " kata JT, "pendapatmu sebenarnya masuk akal. Namun Scientology? Itu terlalu jauh. "
“Tapi coba pikir—“ James memulai, tapi aku menyela.
"Baiklah, baiklah," kataku, "mari kita kembali ke fakta sebentar. Skenario terbaiknya, Richardson hanyalah orang brengsek yang tidak peduli dengan pendapat pribadi kita. Benar kan?"
"Tch! Jangan sok!" kata Don, orang yang paling tidak kuduga akan membentakku. "Berhentilah mencoba bersikap seperti orang paling rasional di ruangan ini. Kau tidak tahu apa yang Richardson sukai. Dia menyukai hal-hal lain, hal-hal yang tidak akan pernah dibicarakannya di depan umum."
Aku memang yang lain, yang menatap Don dengan raut kebingungan serupa.
“Apa maksudmu?”
"Sebenarnya aku sudah mendengar sedikit tentang ini," kata James. "Dia punya beberapa... ide-ide yang tidak biasa."
"Tinggal bilang dia bukan akademisi terhormat seperti yang dia tunjukkan!" kata Don. "Aku sudah membaca beberapa konten yang tidak dia publikasikan. Dia berpikir, dan sangat yakin, bahwa ada hal lain, sesuatu selain ini, " katanya sambil mengetuk meja. "Sesuatu yang lebih dari sekadar materi."
"Memang apa yang aneh dari hal itu?" kataku sambil mengangkat bahu. Aku menduga akan terjadi hal yang lebih buruk.
“Bedebah itu pernah berkata seperti ini,” Don melanjutkan, mengabaikanku. “Pikirkan kembali ke awal mula keberadaan. Pasti ada kondisi yang memungkinkan keberadaan alam semesta. Jika alam semesta tidak bisa terjadi, keberadaan semua hal pun tidak akan terjadi. Bukankah begitu?”
Kami mengangguk.
“Oke, dan kondisi terjadinya alam semesta tidak bisa dipengaruhi oleh keberadaan materi dan hukum alam semesta, karena materi dan hukum alam semesta itu hanya menjadi nyata berbarengan ketika alam semesta itu sendiri terbentuk. Itulah kenapa, penyebab terbentuknya alam semesta haruslah sesuatu yang berada diluar dari pemahaman dasar cara alam semesta bekerja. Sampai disini masuk akal?”
"Kurasa begitu," kataku. “Ini tidak akan menjadi aegumen untuk membuktikan keberadaan Tuhan kan?"
“Ini adalah argumen untuk membuktikan tentang ‘sesuatu’ yang terus ada, diluar keberadaan. Kecuali, pernyataan itu bahkan tidak benar, karena ‘sesuatu’ dan ‘ ada’, hanya bisa digunakan di realitas fisik. Bukan sesuatu tapi Non-Sesuatu. Non-Sesuatu yang ada di ketidak beradaan. Non-Hal yang berada di luar keberadaan fisik, yang kemudian menjadi penyebab lahirnya keberadaan secara spontan. Jika non-hal itu memang benar-benar ada, bayangkan apa yang Non-Hal itu lakukan selama miliaran tahun diluar keberadaan, jauh dari jangkauan pengamatan makhluk apapun?
“Bahkan pertanyaanmu itu secara logika tidak benar–” aku membantah, tapi segera dipotong.
"Ya, ya," kata Don. "Tetapi Richardson percaya. Dia, Non-Hal tersebut adalah sumber dari kehendak bebas, dan otak kita entah bagaimana memiliki koneksi terhadapnya. Richardson percaya dia dapat mencapainya, mempelajarinya, menggunakannya. Hanya itu yang aku tau. Aku belum sempat membaca lebih jauh tentang teorinya.”
"Dan jika eksperimen ini adalah sesuatu yang tidak dia catat dalam buku," imbuh James, "mungkin itu ada hubungannya dengan minat-minatnya yang lebih aneh."
“Jadi, alih-alih menghilangkan tidur, dia malah mencoba membuat kita mampu berkomunikasi dengan Tuhan?” tanyaku sinis.
“Entahlah kawan,” kata Don, “yang bisa aku katakan, jika dia percaya bahwa gelombang otak mampu menyentuh realitas lain, ini adalah jenis eksperimen yang ingin dia coba untuk membuktikan teorinya.”
"Menurutmu, apakah dia mendengarkan percayakan kita sekarang?" tanya JT.
"Tentu, dia pasti ada disuatu tempat di bangunan ini. " kataku, yang keluar secara spontan. Namun entah kenapa, malah menjadi cukup mengerikan ketika dipikir lebih dalam.
Soal pengawasan. Pertama, tidak pernah ada penjelasan tentang pengawasan. Kamera keamanan pun tidak terlihat disudut manapun. Bahkan soal pelaporan efek samping, kami disuruh menulisnya di buku, yang kemudian, harusnya diberikan kepada Richardson ketika eksperimen selesai. Sebelum kami dikurung disini, Richardson benar benar enteng dalam melepas, memberikan kesan bahwa kami akan ‘ditinggal’ tanpa pengawasan disini, dan akan dijemput ketika semuanya selesai. Pengawasan ketat dan nenyeluruh atas setiap gerak-gerik kami entah kenapa tidak terlintas di benar kami sebelum detik ini. Padahal, itu harusnya logika dasar. Ini adalah eksperimen.
Mereka menatapku sambil menunggu penjelasan dan dengan tatapan yang tampak seperti ketakutan. Aneh sekali kita harus begitu takut pada pria yang kita kagumi kurang dari dua minggu lalu.
“Kadang-kadang aku merasa ada yang mengawasiku tidur,” jelasku, suaraku mulai bergetar.
“Awalnya kukira itu salah satu dari kalian. Aku merasakannya terutama saat aku belum benar-benar bangun, tetapi belum benar-benar tertidur. Saat-saat ketika kau terbangun selama beberapa detik untuk membetulkan bantal. Aku bisa merasakan, melihat, dan mendengar seseorang berdiri di atasku. Hanya bernapas dan memperhatikan. Dan aku terlalu dekat dengan ketidaksadaran untuk melakukan apa pun. Kemudian aku tertidur lagi.”
Aku dapat melihat ketakutan memenuhi mata orang lain ketika aku berbicara.
"Aku juga merasakannya," kata Don, hampir berbisik, seolah dia takut didengar. "Kupikir aku mulai kehilangan kendali."
"Aku juga," kata James.
“Ada orang lain di sini…” kataku.
Kami mendekatkan badan, mata kami bergerak gelisah ke sekeliling ruangan beton abu-abu itu. Kami semua merasakan hal yang sama, aku yakin. Bahwa kami terjebak. Terjebak di dalam gedung mengerikan ini bersama seseorang atau sesuatu yang lain.
“Tunggu, tunggu,” kata JT, “Jika dia disini, dia selama ini makan apa? Kita tidak melihat makanan kita berkurang. Tidak ada jalan keluar. Tidak ada tempat untuk bersembunyi. Kita harus berkeseimpulan lebih logis dari ini!”
Aku menghela napas dalam. Dia benar.
"Baiklah, mari kita pikirkan ini," kataku. "Anggap saja ini efek lain dari mesin. Fase 2: Paranoia."
“Fase 2: Paranoia,” kata Don sambil mengangguk setuju.
Kami menuliskannya di buku kami masing-masing.
Keesokan harinya, ketika kami semua berkumpul untuk sarapan, JT bertanya, “Apakah kalian semua punya… mimpi?”
Kami semua menggelengkan kepala.
"Richardson benar sekali dengan apa yang dikatakannya," kataku.
“Mmhmm,” katanya, “tahukah kalian kalau anak-anak liar (mereka yang terisolasi dan tidak berinteraksi dengan manusia dalam waktu lama) tidak bermimpi?”
“Bagaimana kau tahu hal itu?” tanya James.
"Banyak anak-anak liar yang diselamatkan dari kehidupan mereka dan bergabung dengan masyarakat. Beberapa yang bersosialisasi. Mereka mengatakan mimpi adalah sesuatu yang dimulai hanya setelah mereka paham bahasa, memiliki benda-benda permanen dan semua omong kosong itu."
“Bagaimana dengan anjing?” tanyaku. “Seperti mengejar kelinci saat mereka tidur?”
“Respons otonom.”
"Mungkin bahasa dan kepemilikan objek hanya memengaruhi kemampuan mengingat mimpi," kata James.
"Teori yang bagus, tapi omong kosong." JT mengejek.
“Apa maksudmu sebenarnya?” tanya Don.
“Intinya, tidak bermimpi—menurutmu apakah itu sehat? Menuruku itu tidak sehat. Menurutku, mesin itu tidak membuat kita tidak perlu tidur, tetapi membuat kita tidak merasa lelah. Menurutku, hal-hal tidak biasa yang kita rasakan, mungkin terjadi karena kita tidak bermimpi.”
"Itu tidak bisa dibuktikan" kata James. "Mimpi secara alami menyertai tidur REM. Dan, kita tidak punya penelitian yang membedakan antara efek tidak bermimpi dan tidak tidur."
“Atau mungkin kita masih bermimpi tetapi mimpi itu pergi ke tempat lain,” kata JT.
Aku tidak tahu apa maksudnya. Tidak ada yang tahu. Namun, kami semua berhenti bicara dan bubar. Kesimpulan akhir dari JT terasa tidak salah. Kami tidak bisa menjelaskan, hanya tau.
Minggu ke 3
Pertemuan kami untuk berdiskusi secara teoritis menjadi semakin jarang. Kami cenderung mengisolasi diri dan saling memandang dengan curiga. aku masih merasakan perasaan tidak nyaman dan tidak disambut setiap pagi.
Setiap malam, aku masih merasakan sosok misterius berdiri di atasku. Aku tidur lebih sedikit sekarang. Sekitar satu jam, paling lama. Begitu sedikit tidurnya sehingga aku mulai memergoki ‘sosok itu’ berlari kabur ketika aku terbangun.
Terakhir kali, aku cukup terjaga untuk melihat ke mana arah dia lari. Itu adalah sudut tertentu di kamarku, dimana tempat itu selalu membuatku merasa aneh. Aku mendapati diriku menatap ke arah itu bahkan saat aku tidak ingin. Sudut-sudut itu aneh. Mataku kesulitan untuk fokus padanya. Sosok itu menyelinap langsung ke titik itu dan menghilang ke dalamnya.
Ketika aku benar-benar terbangun, aku bertanya-tanya apakah aku berhalusinasi selama ini. Mungkin Fase 3: Halusinasi. Aku pergi ke sudut itu dan melihatnya dengan saksama. Baunya aneh. Seperti terpentin. Kemudian semakin aku menatapnya, semakin aku memaksa mataku untuk fokus, aku yakin, yakin ada sesuatu yang bergerak di dalam. Dan itu sedang mengawasiku. Aku mendengar suara mengerikan dan penuh kebencian datang dari sudut yang dalam. Aku tidak menunggu untuk memahami apa yang menjadi sumber suara itu. Pada akhirnya, aku meninggalkan ruangan itu untuk selamanya. Aku menghabiskan semua tidurku di perpustakaan sejak saat itu, tidak pernah lagi aku kembali ke kamarku sendiri.
Saat berbaring di perpustakaan, aku mendengar JT berbicara dengan seseorang di koridor. Dia bercerita tentang sudut-sudut tempat ini lagi. Dia mengatakan ada lebih banyak derajat di gedung itu daripada yang mungkin bisa ada di rancangan gedung oktagon. 2,7488 derajat lebih, katanya. "Cukup untuk membuatmu gila, tetapi tidak cukup untuk terlihat jelas."
Siapa pun yang diajaknya berbicara mengatakan sesuatu yang tidak aku mengerti, seperti, "Itu adalah derajat robekan." Suaranya entah bagaimana terdistorsi, jadi aku tidak yakin. Yang aku yakini adalah, aku sama sekali tidak mengenali suara itu. Siapa pun yang diajak bicara JT bukanlah salah satu dari kami.
Mungkin konyol, tapi aku takut. Aku tetap di sana, berpura-pura tidur sementara JT berjalan lewat. Dan saat dia lewat, aku merasakan seseorang atau sesuatu masuk ke ruangan dan berdiri di atasku. Lalu, rasa takut itu hilang.
Setelah sekitar satu menit meyakinkan diri sendiri bahwa aku bersikap bodoh, aku pun mengikuti JT. aku tidak melihatnya di mana pun. aku berpapasan dengan James dan dia juga mengatakan bahwa dia tidak melihat JT. "Apakah kau melihat atau mendengar seseorang yang seharusnya tidak berada di sini?" tanya aku kepadanya.
James menatapku dengan perasaan terkejut dan takut. "Bagaimana kau tahu?" tanyanya. "Aku belum memberi tahu siapa pun."
“Tentang apa?”
Dia mengatakan bahwa dia mendengar ibunya memanggilnya. Bukan suara samar yang dia kira sebagai ibunya, tetapi suara ibunya, sejelas suaraku, memanggilnya. Dia hampir menjawabnya, katanya. Hampir. Kemudian dia menghentikan dirinya sendiri. "Dia sudah meninggal selama setahun, kawan," katanya. "Apa pun yang memanggilku—itu bukan ibuku."
Aku melihat dia gemetar dan tangannya terkepal. Aku menyuruhnya untuk bertahan. Mungkin itu halusinasi pendengaran. Aku juga mendengar sesuatu. Seorang anak menangis. Awalnya suaranya sangat pelan, aku pikir itu mungkin adalah suara pipa dibalik tembok atau semacamnya.
"Kita harus mengadakan pertemuan," katanya.
Aku memikirkan JT dan apa yang kudengar beberapa saat lalu. "Sebaiknya kita beritahu Don terlebih dahulu," kataku.
"Sebagai efek samping dari mesin, itu masuk akal," kata Don setelah kami memberitahunya. "Suara-suara dari mesin seharusnya tidak terdengar. Namun entah bagaimana otak kita pasti menangkap pola acaknya dan menafsirkannya sebagai sesuatu. Otak kemudian menetapkan memori untuk membuat pola itu bermakna."
"Apakah kamu percaya itu?" tanyaku kepada James.
"Tidak sedikit pun," kata James.
Namun, kami kekurangan penjelasan rasional dan itu cukup bagus. Pada akhirnya, aku hanya bisa berharap Don benar.
Beberapa hari kemudian, aku menemukan James di pusat kebugaran, memukul-mukul karung tinju. aku bertanya apakah dia baik-baik saja. Dia mengabaikan aku, jadi aku kembali ke ruang baca. Beberapa menit kemudian dia sudah berada di belakangku.
“Suara yang selama ini kudengar bukanlah suara ibuku,” katanya.
"Tentu saja bukan," kataku. Bukankah kita sudah menyimpulkan nya beberapa hari yang lalu.
“Tidak, maksudku... aku tidak tahu apa maksudku. Hanya saja, ibuku adalah orang yang baik. Meskipun suara ini mencoba terdengar seperti dia, itu sama sekali tidak seperti dia. Itu tidak baik. Itu tidak manusiawi.”
Aku meletakkan bukuku dan menatapnya dengan saksama untuk memastikan apakah dia serius. Dia serius. Sangat serius.
"Dia bercerita banyak hal kepadaku," katanya. "Dia memintaku bertanya kepadamu, apakah kamu ingat gudang itu."
Aku mengernyitkan dahi. Gudang, Itu adalah kejadian yang tidak pernah aku bicarakan. Ada alasannya. Butuh waktu bertahun-tahun bagiku untuk menerima apa yang terjadi. Itu sudah lama sekali.
Aku sedang bermain di belakang rumah kami di hutan, seperti yang sering aku lakukan. aku suka membangun rumah pohon yang jelek. Aku ingat aku pergi sedikit ke luar area dan datang ke gudang ini. aku belum pernah melihatnya sebelumnya. Namun, gudang itu tampak tua. aku ingat itu. aku mendengar seorang anak menangis di dalam. Berpikir bahwa aku mungkin punya teman untuk membuat rumah pohon, aku melihat dari jendela.
Apa yang kulihat, adalah hal sulit dipahami oleh anak seumuran ku kala itu.
Seorang anak, dirantai dan ada mangkuk anjing di lantai. aku ingin membantu, tetapi aku tahu aku berada di tempat orang lain. aku melihat sekeliling. Saat itulah aku melihat pria ini, sekitar enam meter. Dia berpakaian serba hitam, pakaian kuno. Seperti pakaian abad ke-19. Dia pasti telah memperhatikan aku sepanjang waktu. Tanpa ekspresi. Karena takut, aku kemudian berlari pulang.
aku sangat takut, aku tidak memberi tahu orang tuaku tentang hal itu sampai aku harus tidur dan aku harus menjelaskan mengapa aku takut tidur. Mereka segera memanggil polisi. Mereka menemukan gudang itu. aku dengar mereka menemukan rantai dan mangkuk. Namun, anak itu sudah pergi. aku selalu menyalahkan diri sendiri karena tidak segera menolong anak itu.
"Jadi? Apakah kau ingat gudang yang dimaksud?" tanya James.
"Ya…"
Dia kemudian menceritakan informasi yang dia dapat tentang cerita itu dan aku hanya mengangguk setiap kali dia menyinggung detail-detail yang ku ingat. Perlu dicatat bahwa aku tidak pernah menceritakan hal itu kepada siapapun, kecuali orang tuaku.
“Dengar kawan, dia memberitahuku cara keluar dari sini.” Ujarnya setelah selesai mencocokan cerita.
Aku menatapnya tanpa berkata apa-apa, karena ia terdengar begitu murung.
"Dia bilang ada jalan keluar rahasia di dalam JT. Kita hanya perlu membelahnya untuk bisa masuk ke sana."
"James," kataku, tidak yakin apa lagi yang harus kukatakan saat itu.
"Aku tahu," katanya sambil menelan ludah. "Aku tau itu mengerikan. Toh, itu hanya ide. Aku merasa aku perlu memberitahu seseorang daripada harus memendamnya sendiri."
"Aku tidak tahu apa yang terjadi di tempat ini," tambahnya. "aku takut, Bung."
Begitu juga aku. Aku mencoba melawan, namun naluri bertahan hidupku juga mengatakan bahwa aku harus segera keluar dari tempat ini.
Minggu ke 4
James dan aku mulai mencari jalan keluar setelah itu. Karena kami tidak tidur sama sekali sekarang, kami punya banyak waktu untuk melakukannya. Setiap kali kami pikir kami telah menemukan sesuatu, ternyata jalan buntu.
Kemudian, ketika kami tengah melakukan ini, kami melihat Don berdiri sendirian di koridor dengan punggungnya menghadap kami.
"Apa yang terjadi?" tanya James. Ada sesuatu yang terasa aneh.
“Don, kau baik-baik saja?” panggilku.
Dia berbalik dan melambaikan tangan lebar kepada kami sambil tersenyum. “Sampai jumpa teman-teman,” katanya dan berjalan ke sudut koridor.
Aku menatap James untuk melihat apakah dia juga memikirkan hal yang sama denganku, bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi, dan dia sudah melihat ke arahku. Kami pun tanpa berpikir lagi langsung mengejar Don.
Dia sudah berada di ujung koridor berikutnya, masuk ke dalam lift. "Don, jangan!" kami berteriak dan mengejarnya, tetapi pintunya tertutup sebelum kami sampai di sana. Dia naik ke atas.
Masalahnya, gedung octagon ini adalah bangunan satu lantai. Tidak ada lift. Tidak pernah sebelumnya atau sesudahnya. Aku tidak tahu ke mana Don pergi atau apakah yang kulihat benar-benar terjadi. Tapi aku tahu aku tidak akan pernah melihat Don lagi.
"Aku tidak mengerti," kata James. "Apa yang terjadi?"
Sebelum kami sempat memikirkannya, sekelompok orang datang dari sudut lorong lain dan berjalan ke arah kami.
"Kurasa kita harus lari," kataku.
"Siapa mereka?" tanyanya.
"James, ayo" kataku.
“Mengapa mereka terlihat samar?”
“Aku tidak tahu, tapi kita harus pergi.”
Aku meraih lengannya dan menariknya bersamaku, lalu aku lari. Aku berlari hingga sampai ke dapur dan bersembunyi di antara dinding dan lemari es. Aku yakin James ada tepat di belakangku. Karena aku mendengar langkah kakinya dibelakangku ketika aku lari. Namun, saat aku melihat, James tidak ada.
Aku tetap di sana sampai tubuhku benar-benar tak sanggup menyembunyikan keberadaanku sendiri. Mungkin beberapa jam aku diam tanpa suara. Ketika aku keluar, aku melihat seseorang mengintipku dari balik pintu. Aku begitu terkejut, aku mundur ke dinding. Itu adalah seorang anak laki-laki kecil.
"Halo?" kataku.
Lalu aku mendengar jeritan. Anak itu hilang. Lalu jeritan lainnya.
Aku tidak bisa meninggalkan seseorang dalam kesulitan. Tidak lagi. Aku berlari ke arah teriakan itu, takut akan apa yang mungkin terjadi pada James. Aku mendengar teriakan lagi, tetapi kali ini suaranya tersendat. Itu berasal dari kamar JT.
Saat itu, aku berharap dan masih berharap aku tidak membuka pintu itu. James ada di sana. Dia telah mengiris JT dan dia meraba-raba isi perutnya. Ekspresi terkejut dan sedih membeku di wajah JT yang tidak lagi bergerak.
"Apa yang kau lakukan?" tanyaku.
"Aku harus keluar," kata James sambil menggali isi perut JT.
Aku keluar dari ruangan. Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi. Aku hanya harus mencari tempat bersembunyi sampai Richardson bisa mengeluarkan kami dari sana.
Begitu aku keluar dari kamar, aku mendengar James berkata,
"Ibu?" lalu,
"Oh tidak, oh tidak,"
lalu dia berteriak. aku kemudian kembali masuk ke ruangan. James sudah hilang. Pintu masuk kamar tidak pernah lepas dari pandanganku, dia hilang kemana? Tidak mungkin dia bisa keluar. Tapi dia sudah pergi. Dan asap hitam yang menyengat keluar dari perut JT. Baunya seperti ban terbakar.
Aku kembali ke dapur. Aku menemukan persediaan lilin. Melelehkan lilin di atas tisu. Dan aku menyumpal telingaku dengan lilin itu. Lalu aku meringkuk di sudut, dengan mata terpejam, dan menunggu tidur datang. Aku menunggu lama, tetapi akhirnya, tidur pun datang.
Ketika aku terbangun, Prof. Richardson sedang mengguncang-guncang tubuhku. Ia telah mencabut tisu dari telingaku. Kupikir ia akan datang lebih awal. Belakangan aku baru tahu bahwa aku telah tertidur selama beberapa hari.
Dia bertanya ke mana yang lain pergi. Aku menceritakan semuanya. Sejauh yang aku mengerti. Aku mencoba membawanya ke tubuh JT. Tapi tubuh itu sudah tidak ada. Tidak ada jejak darah. Dia membawaku ke rumah sakit setelah itu untuk memastikan aku baik-baik saja.
"Aku akan membayar tagihannya," katanya. "Aku juga akan mengurus tunggakan pinjaman akademismu."
"Begitukah?" tanyaku.
"Aku menempatkanmu dalam bahaya," katanya. "Jadi ya, kau pantas mendapatkannya. Asal kau tidak menceritakan ini kepada siapapun."
Aku menggeram marah. Aku katakan kepadanya, aku tidak bisa diam, karena apa yang terjadi pada yang lain.
“Kau tidak berpikir hal-hal itu benar-benar terjadi, bukan? Dimana semua hukum alam semesta fisik akan berhenti berlaku hanya untuk kalian berempat? Tidak, itu hanya mimpi saat terjaga. Kalian seharusnya tidak bermimpi sama sekali. Kupikir aku sudah menjelaskannya. Sekarang, mesin itu hanya perlu diperbaiki kau tidak perlu khawatir, karena yng lain baik-baik saja. Mereka akan bersembunyi untuk sementara waktu, sampai aku menerbitkan hasil dari penelitiannya. Tolong lakukan hal yang sama.”
Aku ingin memercayainya. aku selalu menganggap diriku orang yang rasional. aku hanya tidak memercayainya. Ya, itu semua bisa saja mimpi. Itu penjelasan yang paling sederhana. Namun, itu bukan mimpi. aku mencoba mencari mereka bertiga. aku tidak pernah berhasil. aku rasa mereka sama sekali tidak baik-baik saja. aku mencoba memberi tahu polisi tentang hal itu, tetapi mereka menginginkan bukti, dan aku bahkan tidak bisa menunjukkan oktagon itu kepada mereka.
James, JT, Don, jika kalian ada di luar sana dan membaca ini, beri tahu aku bahwa kalian baik-baik saja. Dan semua orang, izinkan aku memberi tahu kalian apa yang aku pikirkan. aku rasa Prof. Richardson benar tentang satu hal. Tidur benar-benar sesuatu yang kita kembangkan untuk melindungi kita. Kecuali, bukan dari makhluk yang berkeliaran di hutan pada malam hari. Tidur melindungi kita dari sesuatu yang jauh lebih buruk, sesuatu yang ada di sekitar kita. Tidur sama sekali tidak usang. Bertapa bersyukurnya kita bahwa kita memiliki tidur dan kita bermimpi.
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih
0 Response to "The Arkansas Sleep Experiment"
Post a Comment