v Erwin Eugen Rommel : Jenderal Andalan Hitler Yang Pada akhirnya Memutuskan Untuk Berkhianat | UNSOLVED INDONESIA

Erwin Eugen Rommel : Jenderal Andalan Hitler Yang Pada akhirnya Memutuskan Untuk Berkhianat

Erwin Rommel dikenang hari ini sebagai salah satu "Nazi yang baik" yang mencoba membunuh Adolf Hitler. Versi singkat dari sejarah sang Jenderal tersebut, adalah bahwa dia menjadi begitu terkejut dengan kebiadaban The Third Reich, sehingga dia memilih untuk mengkhianati Hitler.

Namun tentu kebenaran dari kisahnya sedikit lebih rumit dari itu.

Sementara Rommel bersekongkol dalam plot yang hampir berhasil membunuh Hitler, ia menghabiskan tahun-tahun pertama Perang Dunia II sebagai salah satu pengikut Hitler yang paling setia dan taat.

Dalam surat pribadi, Rommel bahkan meyakinkan keluarganya bahwa Hitler layak dipercaya. Dia pernah menulis kepada istrinya bahwa: "Führer tahu apa yang benar untuk kita."

Rommel menyebut Hitler sebagai "pemersatu bangsa" dan bahkan menyimpan dan memajang salinan buku karya Hitler yang berjudul Mein Kampf, yang ditanda tangani langsung oleh pembuatnya.

Namun, setelah enam tahun berjuang dalam perang yang gagal, Rommel berubah. Dia telah menjadi salah satu orang yang paling dipercaya Hitler, dan memang, Hitler tidak pernah menyangka bahwa pada tahun 1944, Rommel akan bergabung dalam persekongkolan untuk membunuhnya.

Mendekati akhir perang, Rommel menjadi percaya bahwa satu-satunya masa depan yang mungkin bagi Jerman, adalah di mana Hitler tidak ada.

Kisah Erwin Rommel

Johannes Erwin Eugen Rommel lahir pada 15 November 1891, dari keluarga sederhana di Jerman selatan. Melayani negaranya, akan menjadi pusat hidupnya saat ia bergabung dengan Resimen Infanteri setempat pada usia 18 tahun.

Pada saat Hitler berkuasa, Rommel telah membuktikan dirinya sebagai pahlawan perang yang tangguh. Dia telah dihadiahi medali Iron Cross dalam Perang Dunia I dan dengan itu, naiklah reputasinya sebagai salah satu pemimpin militer terbesar Jerman.

Prestasinya memang sangat luar biasa. Pada satu titik, dengan skuadron hanya 150 orang dan sedikit tipu daya kreatif, Rommel berhasil mengalahkan 9.000 tentara Italia yang dilengkapi dengan 81 persenjataan berat dan hanya kehilangan 6 orang dalam prosesnya.

Tentu Adolf Hitler sangat menghargai orang berbakat. Hubungan keduanya sangat mutual seiring Hitler juga mengaguminya sebagai sosok yang hebat. Hitler bahkan juga menyimpan salinan buku tulisan Rommel tentang strategi militer dan Serangan Infanteri di rak bukunya, dan segera setelah dia menjadi Führer, dia menggunakan kekuasaannya untuk memasukkan Rommel dalam banyak rencananya.

(Rommel dan Hitler)

Sebelum perang dimulai, Hitler menugaskan Rommel untuk melatih tentara muda. Ketika invasi ke Polandia dimulai, dia memercayai Rommel untuk menjaga markas besarnya.

Hitler benar-benar memercayai Rommel dengan hidupnya dan menempatkannya sebagai penanggung jawab pengawalnya, ahli strategi militernya, dan bahkan pertahanan Jerman melawan serangan D-Day Sekutu.

Rommel, disisi lain, membantu menyusun rencana untuk menyerang Prancis dan secara pribadi memimpin pasukan yang menyerbu sampai ke pantai Prancis hanya dalam lima hari.

Sejak awal, Rommel memiliki kursi di setiap rapat perang Hitler dan dipercaya untuk membantu memimpin setiap gerakan tentara Nazi.

‘The Desert Fox’

Rommel adalah seorang jenderal yang sangat ahli, bahkan kemampuannya itu diakui oleh lawan-lawannya. Saat berperang di Afrika Utara (tempat Rommel menghabiskan sebagian besar perang), Inggris tidak malu menyebutnya sebagai lawan yang terhormat.

Mereka juga menjulukinya “Desert Fox” atau "Rubah Gurun" karena perlakuan manusiawinya terhadap musuh-musuhnya. Pasukan Inggris bahkan menyebut pertempuran mereka melawan Rommel sebagai "Perang Tanpa Kebencian."

Perdana Menteri Inggris kala itu, Winston Churchill sendiri secara pribadi juga memuji Rommel “Kami memiliki lawan yang sangat berani dan terampil. Aku berani mengatakan bahwa diseluruh kemelut perang, dia adalah jenderal yang hebat.”

Namun tentu, meskipun dihormati karena kepiawaiannya, Rommel tetaplah masih seorang Nazi. Dia menutup mata terhadap penganiayaan secara terbuka yang dilakukan terhadap orang-orang Yahudi di negara asalnya.

Bahkan, ada tuduhan bahwa dia melakukan hal yang lebih buruk selama perang. Menurut sejarawan bernama Wolfgang Proske, Rommel pernah melarang anak buahnya untuk membeli barang apapun dari pedagang Yahudi. Proske mengklaim bahwa Rommel bahkan menggunakan beberapa tahanan Yahudi sebagai apa yang disebut "anjing ranjau" dan memaksa mereka untuk berbaris melintasi ladang ranjau.

Namun, di antara semua Nazi yang menggunakan alasan bahwa mereka "hanya mengikuti perintah", Rommel adalah salah satu dari sedikit orang yang akhirnya memiliki kemampuan untuk mengatakan "tidak".

Saat berperang di Afrika, Rommel menerima perintah dari Hitler untuk mengeksekusi setiap komando yang ditangkap dan setiap orang Yahudi. Itu, adalah pertama kalinya Rommel berkata tidak kepada Hitler.

Rommel berada di posisi sulit ketika kabar mencapai Hitler bahwa Sekutu sedang merencanakan serangan habis-habisan di pantai Normandy. Rommel, kala itu ingin memindahkan sebagian besar tentara ke suatu titik untuk menciptakan  pertahanan yang disebut "Tembok Atlantik" yang akan menyerang Sekutu segera setelah mereka mendarat.

Sayang, Hitler menolaknya.

Untuk bulan-bulan pertama perencanaan, Hitler mendengarkan jenderal-jenderalnya yang ingin membiarkan Sekutu mendarat terlebih dahulu sebelum kemudian melancarkan serangan balik. Namun, Hitler menjadi semakin kolot dan terkadang pura-pura tuli dari nasehat para petinggi militernya.

Saat itulah Alexander von Falkenhausen, “Nazi yang baik” lainnya, yang telah menghabiskan tahun-tahun awal perang melindungi China dari Jepang, memberi tahu Rommel tentang rencana untuk membunuh Hitler.

Satu-satunya harapan bagi Jerman sekarang, katanya kepada Rommel, adalah menggulingkan Hitler dan berdamai dengan Sekutu. Tidak mungkin Partai Nazi bisa menang pada saat ini.

Pada Februari 1944, Hitler memanggil Rommel dalam rapat militer lain. Di rapat itu, dia akan membiarkan Rommel memimpin pertahanan dan menugaskannya untuk menciptakan Tembok Atlantik yang telah diusulkan Rommel sebelumnya.

Namun, keputusan itu ayalnya sudah terlambat. Rommel sudah terlanjur terlibat dalam konspirasi untuk mengakhiri pemerintahan Hitler—dan membunuhnya

Tentu Rommel tetap melakukan yang terbaik untuk membela Nazi dari serangan Sekutu, meskipun sekarang dia tahu Angkatan Darat Jerman tidak memiliki banyak kesempatan untuk memang.

Kala sekutu berhasil mendarat di Normandy, Rommel dengan cepat melihat bahwa akhir sudah dekat. Dia menulis surat kepada Hitler, dan menyarankannya untuk menyerah:

“Pasukan bertempur dengan heroik di mana-mana, tetapi perjuangan yang tidak seimbang hampir berakhir. Saya harus meminta Anda untuk menarik kesimpulan yang tepat tanpa penundaan. Saya merasa bahwa sudah merupakan tugas saya sebagai Panglima Angkatan Darat untuk menyatakan hal ini dengan jelas.”

Operation Valkyrie

Meskipun Rommel tidak ingin membunuh Hitler, dia diyakinkan bahwa jika Hitler mati, maka seluruh kesalahan Nazi akan ikut mati bersamanya. Rencananya adalah menunggu sampai Sekutu merebut kembali Prancis, dan kemudian pasukan pemberontak akan menangkap Hitler dan berdamai dengan tentara penyerang.

Rencana tersebut, bagaimanapun, harus terkendala ketika pada 17 Juli 1944, sebuah pesawat Royal Canadian Airforce menghujani mobil Rommel dengan hujan peluru ketika Rommel mengemudikannya.

Lengan Rommel terluka parah dan mobilnya lepas kendali. Dia terlempar melalui kaca depan ketika mobil menabrak pohon. Pada akhirnya, dia menderita tiga patah tulang di tengkorak dan menerima pecahan kaca di wajahnya.

Sementara Rommel dilarikan ke rumah sakit, rekan konspiratornya menerima kabar bahwa Gestapo (polisi militer Nazi) sudah mencurigai akan adanya konspirasi pemberontakan dan memulai investigasi.

Karena tidak ada waktu lagi, para konspirator harus memutuskan bertindak sekarang atau tidak sama sekali. Dengan Rommel yang terluka parah untuk meyakinkan mereka sebaliknya, sisa konspirator yang lain, memutuskan untuk membunuh Hitler sendiri.

Pada tanggal 20 Juli 1944, Claus von Stauffenberg, yang merupakan pemimpin para pemberontak, dijadwalkan untuk mengikuti rapat militer dengan Hitler di “Wolf’s Lair”—Markas bawah tanah Nazi yang ada di Prusia timur.

Rencananya sederhana: Stauffenberg akan menyembunyikan sebuah bom di tas kerjanya, menyelipkannya di bawah meja rapat sedekat mungkin dengan Hitler, keluar dari ruangan itu, dan meledakkan bahan peledak di dalamnya.

Rencana berjalan hampir persis seperti yang direncanakan, kecuali fakta bahwa seseorang dengan ceroboh menendang tas kerja saat Stauffenberg keluar dari ruangan, memindahkannya sedikit lebih jauh dari Fuhrer.

Bom itu meledak. Ledakan itu menghancurkan ruangan hingga hancur, menewaskan empat pemimpin Nazi dan melukai 20 lainnya. Sayang, sang target utama, Hitler sendiri, rupanya terlindung dari ledakan karena kaki meja dan berhasil lolos tanpa cedera.

Alhasil, itu adalah rencana pembunuhan yang gagal total.

(Wolf's Lair Pasca Ledakan)

Eksekusi para Pemberontak

Rommel, sebenarnya “secara tekhnis” tidak memiliki hubungan apapun atas rencana pembunuhan dadakan tersebut. Malahan, jika dia tidak terluka dan berada di rumah sakit, dia mungkin akan menghentikan rencana itu karena terlalu ceroboh dan nekat.

Sayang, namanya pada akhirnya tetap terseret sebagai bagian dari para pemberontak ketika Hitler menerima laporan pada 27 September 1944, di mana rincian rencana pembunuhannya terungkap.

Rupanya, salah satu pria yang ditangkap, menggumamkan nama Rommel saat dia disiksa. Beberapa orang juga ikut bersaksi dan menyeret nama Rommel sebagai rekan konspirator.

Lebih parahnya, pada daftar calon pengganti Führer, Gestapo telah menemukan nama Rommel ada di dalamnya. Hal tersebut, menambah keyakinan setiap pihak bahwa, somehow, Erwin Rommel termasuk dalam barisan para pengkhianat Hitler.

Pada akhirnya, Rommel pun harus ditangkap. Penangkapannya pun, sedikit banyak cukup menyedihkan dan kasihan.

Kala itu, Rommel baru saja pulang dari jalan-jalan dengan putranya ketika anak buah Hitler tiba di rumahnya. Saat itu tanggal 14 Oktober 1944, dan keluarga itu baru saja bersiap-siap untuk makan siang.

Melihat pasukan Nazi memasuki rumahnya dengan persenjataan penuh, Rommel sudah tahu apa yang akan terjadi. Dia kemudian meminta keluarganya untuk meninggalkan ruangan.

Setelah 45 menit berbicara kepada para tentara itu, Rommel menemui dan berbicara dengan keluarganya. “Führer telah memberiku pilihan.” kata Rommel kepada istri dan anaknya “Aku bisa berdiri di depan pengadilan rakyat dan mengakui seluruh kejahatanku, atau memilih untuk meminum kapsul sianida yang sudah mereka siapkan dan mati dengan tenang.”

Dalam pilihan itu, juga ditambahkan : Jika Rommel memilih mati secara diam-diam (dengan meminum sianida), Jerman akan menganggap bahwa Rommel  meninggal karena luka-lukanya dan dia akan diberi pemakaman pahlawan. Hitler bahkan berjanji bahwa pihak militer tidak akan melukai keluarga Rommel yang akan dia tinggalkan.

Menetapkan niat, Rommel kemudian mengenakan seragamnya untuk terakhir kali. Dia lalu memeluk keluarganya sebelum berjabat tangan dengan orang-orang yang telah memberinya hukuman mati, dan melangkah keluar untuk menemui nasibnya.

Di luar, rumahnya sudah dikelilingi oleh tentara dan mobil lapis baja. Seorang Jenderal membuka pintu ke sebuah mobil dan memberinya hormat "Heil Hitler.", Namun Rommel tidak membalas.

Dia lantas naik ke kursi belakang dan membiarkan mereka membawanya pergi.

Keluarganya menyaksikan mobilnya pergi. Di dalam, Rommel lalu menelan kapsul sianida yang mereka berikan kepadanya dan membiarkan racun itu bekerja melalui pembuluh darahnya.

Dan yap, dia pun meninggal.

Baca Juga :

Yth Pembaca,
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih

0 Response to "Erwin Eugen Rommel : Jenderal Andalan Hitler Yang Pada akhirnya Memutuskan Untuk Berkhianat"

Post a Comment