v Kisah Kru Ernest Shackelton yang Terjebak di Gumpalan Es Selama 497 Hari | UNSOLVED INDONESIA

Kisah Kru Ernest Shackelton yang Terjebak di Gumpalan Es Selama 497 Hari

Pada tahun 1914, sudah terlambat bagi Ernest Shackleton untuk menjadi orang pertama yang mencapai Kutub Selatan; Roald Amundsen telah mendapatkan kehormatan itu tiga tahun sebelumnya.

Meskipun begitu, Shackleton masih dapat meraih ambisi lain untuk membuat namanya selamanya terikat pada hamparan es Kutub Selatan.

Itulah kenapa di tahun itu, ia berangkat ke Antartika dengan tujuan baru: Yaitu menjadi orang pertama yang melintasi benua Antartika dan melakukannya sepenuhnya dengan berjalan kaki.

Sedikit yang dia tau, bahwa kapalnya Endurance, tidak akan pernah mencapai benua beku. Ekspedisi Shackleton akan sepenuhnya gagal. Namun, ia akan dikenang dengan cara lain tatkala dia dan anak buahnya akan bertahan di atas es selama 497 hari, dan mengubah ekspedisi Endurance menjadi salah satu kisah survival yang paling berkesan dalam sejarah.

Ekspedisi Kutub Selatan Pertama Ernest Shackleton

Ernest Shackleton lahir di Kilkea, Irlandia pada tahun 1874. Ketika keluarganya pindah ke London, Shackleton yang berusia 16 tahun mulai berkarir di kapal dagang dan menghancurkan harapan ayahnya yang ingin dia mengikuti jejaknya sebagai dokter.

Didorong oleh keinginan untuk menjelajah, Shackleton bergabung dengan ekspedisi Antartika pada tahun 1901 yang dipimpin oleh Robert Scott. Shackleton dan Scott melakukan pelayaran dan mencoba menerjang suhu di bawah nol untuk mendekati Kutub Selatan, tetapi gagal.

Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1907, Shackleton memimpin ekspedisinya sendiri ke Kutub Selatan di Nimrod. Untuk membantu perjalanan mereka, para penjelajah membawa sekantong obat peningkat performa, yang didalamnya termasuk pil “Forced March”, campuran kokain/kafein untuk diminum saat stamina tinggi dibutuhkan.

Meskipun ekspedisi itu sedikit lebih dekat ke benua es daripada upaya sebelumnya, Shackleton memutuskan untuk berbalik ketika dia hanya berjarak 97 mil dari  lepas pantai kutub. Dia tau bahwa didetik itu juga, dia bisa mengambil rekor sebagai pelayar pertama yang mencapai kutub, tetapi dengan persediaan yang semakin menipis, dia juga tahu perjalanan pulangnya akan berarti kematian bagi anak buahnya.

Meskipun gagal mencapai tujuannya, Shackleton dianugerahi pangkat ksatria oleh Raja Edward VII atas usahanya. Dia tercatat tidak akan melakukan perjalanan ke kutub sampai 6 tahun kemudian.

Diantara Petualangan dan Es

Pada hari Sabtu, 1 Agustus 1914, Jerman menyatakan perang terhadap Rusia, dan dalam waktu empat minggu, pertempuran pertama Perang Dunia I akan dimulai.

Ini akan menjadi hari Sabtu yang sama ketika Ernest Shackleton memulai perjalanannya untuk kembali menuju benua Antartika, meninggalkan London dan dunia yang lebih luas di belakang—ia tidak tau kala itu, bahwa dia berlayar lurus ke sebuah bencana.

Shackleton menamai kapalnya Endurance, meminjam dari motto keluarganya: "Dengan ketekunan kita mampu menaklukkan."

Di atas kapal berbobot 300 ton itu, yang membawa layar dan mesin uap, ada awak pilihan Shackleton yang terdiri dari 26 pria, 69 anjing Husky, dan seekor kucing jantan bernama Chippy.

Pada akhir Oktober, seorang penumpang gelap asal Wales, Perce Blackborow, (20 tahun) yang terdampar di lepas pantai Uruguay, naik ke Endurance.

Setelah menemukan penumpang gelap tiga hari kemudian, Shackleton melontarkan omelan yang eksplosif. Kepada Blackborow, Shackleton berkata, "Apakah kau tahu dalam ekspedisi ini kita sering merasa sangat lapar, dan jika ada penumpang gelap yang tersedia, dialah yang pertama kali dimakan?"

“Mereka akan mendapatkan lebih banyak daging dari Anda, Pak,” balas Blackborow.

Sambil menahan senyum, Ernest Shackleton memerintahkan si penyusup untuk menemui juru masak kapal dan tak lama kemudian, dia diangkat sebagai pramusaji kapal.

(Si Penumpang Gelap Perce Blackborrow, dan Si Kucing Chippy)

Pada November 1914, Endurance mencapai Georgia Selatan, sebuah pulau perburuan paus yang menjadi pelabuhan terakhir sebelum Antartika. Para pemburu paus memperingatkan Shackleton tentang kondisi berbahaya di Laut Weddell. Lapisan es yang luar biasa tebal membentang bermil-mil, dan itu adalah lapisan paling besar yang pernah mereka lihat. Sayangnya Shackelton tidak peduli dan akhirnya memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya

Pada tanggal 5 Desember, Endurance berangkat. Dua hari kemudian, kapal menabrak es. Selama enam minggu, kru Shackleton mengemudikan kapal di antara gumpalan es yang membentang dilautan Antartika.

Sembilan Bulan Terjebak Dalam Es

Awak Endurance tidak mengetahuinya kala itu, tetapi mereka hanya beberapa hari lagi dari bencana. Pada 18 Januari, kapal itu berlayar ke lapisan es yang padat. Ernest Shackleton dan Worsley memutuskan untuk tidak menggunakan mesin uap mereka dan lebih memilih untuk menunggu es pecah di depan kapal agar dapat lewat.

Sayang, alih-alih pecah, yang terjadi malah pembekuan cepat dan pemadatan es di depan mereka. Selama satu malam, gumpalan es sepenuhnya menyegel dan menjebak kapal mereka di tengah-tengah.

Oke, itu adalah kabar buruk. Pasalnya, Mereka hanya berjarak satu hari perjalanan dari titik pendaratan mereka di Kutub. Namun, karena sebuah kejadian yang tidak terduga, mereka pada akhirnya tidak bisa melanjutkan perjalanan

Selama sembilan bulan berikutnya, Endurance hanyut bersama gumpalan es yang terapung, tidak bisa lepas dari jebakannya.

Frank Hurley, fotografer ekspedisi, bahkan menulis, “Betapa suramnya kehidupan kami yang terjebak, kecuali bagi anjing-anjing.”

Sementara kucing tetap menetap di atas kapal, anjing-anjing pindah ke "kandang es" atau "dogloo" yang dibangun di sebelah kapal. Para awak mencoba memanfaatkan waktu mereka sebaik mungkin, Mereka melatih kereta luncur anjing mereka, bermain sepak bola di atas es, dan menjelajahi lapisan es beku yang mengelilingi mereka.

(Kru Endurance sedang bermain sepak bola. Btw, dibawah mereka itu sebenarnya adalah lautan. Namun karena penggumpalan es, semuanya berubah menjadi daratan beku)

Meninggalkan Endurance

Bulan demi bulan berlalu, es perlahan menghancurkan kapal. Pada tanggal 27 Oktober, hampir setahun sejak mereka terakhir melihat peradaban, para pria itu terpaksa meninggalkan Endurance.

Meninggalkan Endurance di belakang, para kru mendirikan kemah di atas es, yang dijuluki "Perkemahan Laut." Ernest Shackleton memastikan para pelaut menerima kantong tidur terhangat, sementara dia dan para perwira mengambil kantong tidur yang lebih tipis. Mereka tidur di atas es di tenda-tenda linen—sangat tipis sehingga para pelaut bisa menatap bulan melalui kain tenda.

Tiga hari kemudian, ketika para kru itu bersiap untuk melakukan perjalanan melintasi perairan demi mencapai daratan, Shackleton memutuskan mengurangi beban perjalanan dengan meninggalkan hal-hal yang tidak perlu. Sebagai demonstrasi kepada anak buahnya, dia meninggalkan arloji emasnya dan sebuah Alkitab yang diberikan kepadanya oleh Permaisuri Inggris.

Salah satu anak buahnya, Thomas McLeod, seorang Katolik yang taat, lebih memilih membawa kitab suci dan menyimpannya secara rahasia, berpikir bahwa meninggalkannya mungkin akan membawa sial.

September sebelumnya, kucing mereka Chippy telah menemui ajalnya. Kucing itu jatuh ke perairan sedingin es selama 10 menit penuh sebelum kru dapat menyelamatkan hewan peliharaan itu.

Chippy sebenarnya adalah milik Henry McNish, tukang kayu kapal, yang pada usia 40 tahun adalah anggota tertua dari kru, duda dua kali, dan sosialis seumur hidup yang membenci kata-kata kotor.

Beberapa hari setelah kematian kucingnya, McNish berusaha melakukan pemberontakan kecil melawan Shackleton, mengklaim bahwa karena kapal sudah terdampar, segala macam peringkat di kapal tidak berlaku dan McNish tidak perlu mengikuti perintah Shackelton.

Memegang pistol, Shackleton mengancam akan menembak McNish. Tukang kayu itu mengalah tetapi Shackleton kemudian menulis dalam buku hariannya: “Semua orang bekerja dengan baik kecuali si tukang kayu. Aku tidak akan pernah melupakan perbuatan bodohnya di saat tegang dan krisis seperti ini.”

Selama mereka bertahan hidup di Endurance, mereka menggunakan segenap usaha yang mereka bisa untuk makan. Persediaan makanan mereka, sudah habis hanya dalam 4 minggu pasca mereka terdampar.

Dengan persediaan makanan mereka habis, mereka mulai berburu penguin dan anjing laut. Pernah disuatu ketika,  tatkala diserang oleh anjing laut, Frank Wild, salah satu perwira Endurance menembak hewan itu dan menemukan segudang ikan yang belum tercerna di perutnya, memungkinkan pesta lezat yang dibagikan oleh seluruh kru.

Pada akhir Maret, lebih dari setahun setelah terperangkap di atas es, para lelaki itu terpaksa membunuh dan memakan semua anjing mereka. Lebih buruk lagi, es di bawah perkemahan mereka telah menipis karena pergantian musim; dan gumpalan itu dapat retak setiap saat.

Pada tanggal 9 April 1916, kru, masih berjumlah 28 orang termasuk Shackleton, naik ke tiga sekoci yang mereka ambil dari Endurance. Mereka meninggalkan es, berlayar menuju sebidang kecil tanah tandus yang disebut Pulau Gajah. Setelah tujuh hari di laut, para kru akhirnya mencapai daratan untuk pertama kalinya dalam 16 bulan.

Perjalanan 800 Mil

Tidak ada yang tahu bahwa Ernest Shackleton dan krunya terjebak di Pulau Gajah. Menghadapi kemungkinan kematian, Shackleton memutuskan untuk kembali naik ke sekoci dan melanjutkan pelayaran ke Georgia Selatan

Selama perjalanan 800 Mil, Shackelton dan Krunya menghadapi badai salju, badai laut, dan rintangan yang tak terbayangkan.

Sebenarnya, tidak semua Kru ikut ke pelayaran itu, tiga sekoci yang mereka gunakan untuk mencapai pulau Gajah, semuanya ada di dalam kondisi yang tidak baik.

Untuk melakukan perjalanan ke Georgia Selatan, McNish sebenarnya mampu memperbaiki Sekoci dan memperkuatnya dengan cara mendempulnya dengan campuran tepung, cat minyak dan darah anjing laut. Namun karena bahan-bahan itu hanya mampu untuk memperkuat satu sekoci saja, 2 diantaranya harus ditinggalkan.

Dan yap, seperti yang dikira, karena hanya ada satu sekoci yang mampu digunakan, beberapa kru pada akhirnya harus ditinggal dipulau gajah.

Rencananya adalah, satu-satunya Sekoci yang mampu digunakan, akan ditumpangi oleh 6 awak kru (termasuk kapten Shackelton) ke Georgia selatan. Sementara kru yang lain ditinggal dan mencoba bertahan hidup di pulau Gajah, Shackelton dan kelima orang lain akan mencari bantuan tatkala sampai di daratan agar dapat menyelamatkan kru yang tertinggal.

Frank Wild adalah salah satu perwira yang ikut ditinggalkan. “Kami memberi mereka tiga sorakan hangat & menyaksikan sekoci semakin kecil & semakin kecil di kejauhan. Kemudian saat Kapten dan Sekoci kecil itu hilang di cakrawala, aku melihat beberapa kru menangis. Aku langsung memerintahkan mereka untuk bekerja (dalam upaya bertahan hidup sebelum bantuan datang)”

(Ini adalah foto Kru Endurance yang ditinggal di pulau Gajah)

Dalam perjalanan sekoci kapten Shackelton, kru kecil itu Berlayar tanpa henti selama dua setengah minggu. Para penumpang menderita luka berdarah dan bisul air asin; mereka semua membeku pada derajat yang berbeda dan terus menerus basah.

Salah satu kru, Frank Worsley mencoba memetakan arah menggunakan sextant dan belum merlihat landmark sama sekali.

Jika perjalanan sekoci itu meleset dari Georgia Selatan, 6 orang itu akan mati dan mereka kemungkinan juga akan mengecewakan para kru di pulau Gajah yang sangat mengharapkan datangnya pertolongan

Saat mereka mengira hal tidak bisa berubah menjadi lebih buruk, Pada tanggal 5 Mei, segala hal mengindikasikan sebaliknya.

Itu adalah gelombang raksasa. Kapten Shackelton, tatkala menulis di buku memoar miliknya, bahkan mengatakan “Selama dua puluh enam tahun pengalaman lautan dalam segala suasananya, Aku belum pernah menemukan ombak yang begitu besar dan tinggi.”

Gelombang raksasa itu menghantam sekoci secara bertubi-tubi. Menyeretnya kesana kemari ibarat sebuah permainan lempar tangkap. Selama berjam-jam, 6 kru itu mencoba bertahan di dalam sebuah badai.

Itu adalah pengalaman yang menyiksa, namun somehow sekoci mereka masih mengapung tatkala gelombang itu sudah berlarut pergi.

Entah keajaiban apa yang menyertai mereka karena Pada 10 Mei 1916, sekoci itu berhasil mencapai daratan. Dan seperti yang diperkirakan, itu adalah daratan Georgia Selatan—Dijuluki keajaiban navigasi, perjalanan sejauh 800 mil ini disebut sebagai perjalanan sekoci terpanjang yang pernah dicapai.

Misi Penyelamatan

Sayang cerita Ernest Shackleton belum berakhir. Sekoci telah mendarat di pantai barat tak berpenghuni Pulau Georgia Selatan, dan untuk mencapai stasiun penangkapan ikan paus di sisi timur pulau, akan membutuhkan upaya mendaki pulau dengan berjalan kaki.

“Tahap akhir perjalanan masih harus dilakukan,” tulis Shackleton. “Di Pulau Gajah, masih ada kru yang menunggu untuk diselamatkan. Jika dibandingkan, Nasib mereka lebih buruk dari kita saat itu. Kita harus berhasil apapun keadaannya.”

Shackleton, Worsley, dan pria lain, Tom Crean, bersiap untuk meninggalkan tiga pria lainnya dan mendaki lebih dari 20 mil tanah belum dipetakan yang penuh dengan pegunungan dan gletser.

Setelah berjalan selama 36 jam tanpa henti, ketiga pria itu (compang-camping, kuyu, dan berlumuran keringat) akhirnya mencapai komunitas perburuan paus pada 20 Mei 1916. Sesampainya disana, mereka menceritakan apa yang dialaminya kepada manajer dan mulai membuat haru beberapa orang yang mendengarkan.

Shackleton kemudian harus mencari kapal untuk kembali ke Pulau Gajah. Namun es sekali lagi membuatnya tidak mungkin untuk melakukan pelayaran. Selama berbulan-bulan, Shackleton melakukan beberapa upaya penyelamatan, yang semuanya gagal.

Shackleton khawatir, "Jika sesuatu terjadi padaku sementara orang-orang itu menungguku, aku akan merasa seperti seorang pembunuh."

Akhirnya, pada upaya keempatnya, Shackleton mencapai Pulau Gajah. Saat itu 30 Agustus 1916—empat bulan telah berlalu sejak dia pergi.

Ketika tim penyelamat melihat Pulau Gajah, Shackleton mengeluarkan teropongnya, menghitung orang-orang di pantai. "Mereka semua ada di sana!" tereiaknya sebelum dia menangis.

The Sad Side Story

Ernest Shackleton dan krunya kembali ke London pada Oktober 1916, lebih dari dua tahun semenjak kepergian mereka. Seluruh anggota “manusia” dari kru Endurance, dinyatakan selamat.

Sayangnya, perjalanan laut mereka itu, nampaknya tetap membawa kematian kepada yang lain. Kapal layar bernama Aurora dilaporkan juga telah berlayar pada bulan Agustus 1914.

Itu, adalah kapal yang ditugaskan untuk menyediakan makanan dan pasokan bahan bakar untuk perjalanan yang hendak dilakukan Shackleton melintasi benua Antartika (dengan kata lain, Aurora adalah kapal pemasok persediaan untuk Endurance kala itu)

Anggota awak Aurora, dikabarkan meninggalkan kapal mereka, dan berjalan sejauh 1.561 mil melintasi daratan es Antartika.

Mereka sempat meninggalkan persediaan untuk Shackleton dan anak buahnya, di tempat yang seharusnya merupakan titik temu 2 tahun yang lalu.

Menyelesaikan misi dalam mengirim persediaan, Kru Aurora melintasi daratan es Antartika sembari menerjang badai salju. Terkadang, mereka harus bertahan di suhu yang mencapai -92 derajat Fahrenheit.

Seiring berjalannya waktu, persediaan makanan kru Aurora sendiri mulai menipis. Dalam keputusasaan, para anjing kru diketahui mulai mati karena stress dan kelaparan.

Kapal Aurora sendiri terhempas ke laut oleh badai dan terperangkap dalam es dari Mei 1915 hingga Maret 1916, membuat tim yang terdiri dari 10 orang itu terdampar.

Tatkala bangkai kapal Aurora ditemukan, 3 mayat dikabarkan ada di dalam kapal. Salah satu mayat itu, adalah milik Aeneas Mackintosh, sang kapten kapal yang dulu pernah ikut berlayar dengan Shackelton pada sebuah ekspedisi di tahun 1907.

Berbanding terbalik dengan Endurance, seluruh kru Aurora, tidak ada yang selamat.

Hmm..

Baca Juga :

Yth Pembaca,
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih

1 Response to "Kisah Kru Ernest Shackelton yang Terjebak di Gumpalan Es Selama 497 Hari"

  1. Respect buat semua orang didalam cerita. Penghuni endurance karena kuat banget dan penumpang Aurora yg udah menunaikan tugas mereka walaupun harus gugur.
    Salah satu kisah survival terbaik memang.

    ReplyDelete