v Ramree Massacre, Perang tentara Jepang Melawan pasukan Buaya | UNSOLVED INDONESIA

Ramree Massacre, Perang tentara Jepang Melawan pasukan Buaya

Bayangkan Jika kau ada di satuan militer dan terkepung oleh musuh di sebuah pulau tropis. Kau harus bertemu dengan pasukan lain disisi lain pulau tapi satu-satunya cara kesana hanyalah melewati rawa besar yang penuh dengan buaya.

Pasukan yang mengejarmu semakin dekat dan kau harus memilih antara melewati buaya atau menerima peluru. Kira-kira mana yang akan kau pilih?

Well, Situasi seperti ini pernah terjadi pada pasukan Jepang yang menduduki Pulau Ramree di Teluk Benggala selama Perang Dunia II. Mereka yang selamat dari pertempuran dilaporkan gagal bertemu dengan pasukan bantuan gara-gara salah memilih rute pelarian yang terkutuk melintasi rawa yang dipenuhi buaya.

Crocodile Massacre

Pada saat itu, pasukan Inggris membutuhkan pangkalan udara di wilayah Pulau Ramree untuk melancarkan serangan lebih lanjut terhadap Jepang. Namun, ribuan pasukan musuh menguasai pulau itu, menyebabkan pertempuran melelahkan yang berlangsung selama enam minggu.

Kedua belah pihak terjebak dalam kebuntuan sampai Marinir Kerajaan Inggris bersama dengan Brigade Infanteri India ke-36 mengepung posisi Jepang. Manuver itu membagi kelompok musuh menjadi dua dan mengisolasi sekitar 1.000 tentara Jepang di satu titik.

Inggris kemudian mengirim pesan bahwa kelompok Jepang yang lebih kecil dan terisolasi harus menyerah.

Disisi lain, Unit kecil berisi 1.000 orang itu terjebak dan tidak memiliki cara untuk mencapai posisi dari batalion yang lebih besar. Namun alih-alih menyerahkan diri, Jepang memilih melakukan perjalanan sejauh delapan mil melalui rawa bakau.

Saat itulah keadaan berubah dari buruk menjadi sangat buruk—dan pembantaian Pulau Ramree pun dimulai.

Rawa bakau yang dilewati oleh tentara jepang adaah daerah perairan dangkal yang luas. Pasukan Inggris memantau situasi dari tepi rawa tatkala tentara Jepang satu persatu mulai memasuki air dan berjalan kabur secara perlahan

.Inggris tidak mengejar pasukan yang melarikan diri itu karena mereka tau apa yang ada di rawa. Yap, rawa itu adalah habitat buaya.

Buaya air asin adalah reptil terbesar di dunia. Spesimen jantan dapat mencapai panjang 17 kaki dan 1.000 pon dan yang terbesar bisa mencapai 23 kaki dan 2.200 pon.

Rawa adalah habitat alami mereka, dan manusia tidak sebanding dengan kecepatan, ukuran, kelincahan, dan kekuatan mereka di tanah berlumpur.

Jepang VS Buaya

Orang Jepang mengerti bahwa buaya air asin memiliki reputasi memakan manusia, tetapi mereka tetap memilih untuk melewati rawa bakau di Pulau Ramree. Dan seperti yang sudah dikira, banyak dari pasukan ini tidak akan selamat.

Segera setelah memasuki daerah lumpur berlendir, mereka disambut dengan perjalanan yang panjang dan tidak mudah. Tentara Jepang mulai kelelahan. Rawa yang dimaksud cukup luas dan bukan hanya ibarat menyeberangi sungai selangkah. Nyamuk, laba-laba, ular berbisa, dan kalajengking bersembunyi di hutan lebat dan mulai menyerang secara bergantian

Buaya muncul ketika orang Jepang masuk lebih dalam ke rawa. Lebih buruk lagi, buaya air asin aktif di malam hari dan unggul dalam mengambil mangsa dalam kegelapan.

Tembakan senapan yang tersebar di rawa-rawa hitam pekat, diikuti  oleh jeritan orang-orang yang kesakitan karena yang diremukkan di rahang reptil besar, membuat malam itu semakin mencekam

Dari 1.000 tentara Jepang yang memasuki rawa di Pulau Ramree, hanya 480 yang dilaporkan selamat. Guinness Book of World Records mencatat pembantaian Pulau Ramree sebagai serangan buaya terbesar dalam sejarah—menurut Wikipedia.

Namun, perkiraan jumlah korban tewas bervariasi. Apa yang Inggris tahu pasti adalah bahwa 20 orang keluar dari rawa hidup-hidup dan ditangkap.

Pasukan Jepang ini memberi tahu para penangkapnya tentang buaya. Tapi persisnya berapa banyak orang yang mati di perut buaya, masih diperdebatkan.

Epilogue

Yah, admin tau kalau tentara Jepang menganggap bahwa menyerah adalah hal yang memalukan. Itulah kenapa mereka lebih suka mati terhormat dengan harakiri.

Tapi yang jelas, dalam kondisi antara melawan manusia dibanding melawan buaya, mending nyerah ama manusia dah, mengingat buaya tidak bisa diajak negosiasi.

What do you think?

Baca Juga :

Yth Pembaca,
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih

3 Responses to "Ramree Massacre, Perang tentara Jepang Melawan pasukan Buaya"

  1. Di jepang ada budaya harakiri.
    Di Indonesia ada peribahasa "Lebih baik mati berkalang tanah daripada (lupa lanjutannya) ".
    Tapi kalo itu gue selama ga merugikan orang lain gue bakal bodo amat.

    ReplyDelete
    Replies
    1. "Lebih baik mati berkalang tanah daripada hidup bercermin bangkai?"

      Delete
  2. well.. kurasa pasti sebagian dari mereka pengen nyerah aja, tetapi mungkin memilih diam karena mengikuti pilihan yang paling banyak (?gitu deh).
    Pikirku, kalau yang sebagian itu otw mau nyerah nih sebelum masuk rawa, langsung diancam sama yang lebih 'kuat' buat ngikut sama mereka masuk rawa /aw belibet

    ReplyDelete