v Ieunitas Infectus Talius # 9 : Mortuus Monumentum | UNSOLVED INDONESIA

Ieunitas Infectus Talius # 9 : Mortuus Monumentum

 Diambil dari theholders.org

Ini adalah bagian kesembilan dari serial  ‘Ieunitas, Infectus, Talius’

.

 “Mortuus Monumentum.”

.

Aku mendarat di tengah-tengah mayat yang berserakan di reruntuhan kuno. Seorang pria merangkak ke arahku, menarik dirinya dengan sisa lengannya. Dia mengucapkan sesuatu yang tidak bisa kupahami sebelum aku menjatuhkan Pedang Raja Hitam, membungkamnya secara permanen.

Aku mengambil satu langkah ke depan; energi yang aku rasakan di sini tidak seperti yang lain. Aku melacaknya dari Void, terpesona oleh kekuatan dan... keakrabannya. Ada sesuatu yang memperingatkanku dan mencegahku agar aku tidak memberitahu Edo Edi Essum tentang perjalananku. Akhirnya, protes atas penilaianku yang lebih baik dihantam oleh rasa keingintahuan, serta hal lain yang masih belum bisa kutemukan, pada akhirnya aku sampai di reruntuhan ini.

Aku terus berjalan, akhirnya sampai pada sumber dari apa yang aku rasakan. Itu hanyalah denyut nadi, hanya riak kecil energi di tempat ini, tetapi energi itu ada. Dan kehadirannya, untuk alasan yang aku tidak tahu, membuat aku terpesona. Aku berjalan ke arahnya, dan aku merasakannya semakin kuat. Rasanya seperti ingin menyentuhku. Aku melakukan kontak dengannya, dan sebuah pemandangan, sebuah penglihatan, ide-ide, mulai membanjiri pikiranku—

.

Cahaya bulan menari-nari di atas benda bernama Spike of Enervation. Aku mengelusnya dengan santai, ujung jariku menyentuhnya secukupnya untuk merasakan energinya, seperti ada api dan kilat yang terkurung, mengalir di dalamnya.

Tidak peduli berapa banyak Object yang aku peroleh, aku selalu terkejut dengan kekuatan yang ada di dalamnya. Pikiranku kembali pada Pemilik asli Objek ini, pada The Holder Of Enervation, pada jawaban ketika aku menanyakannya, “Apa yang bisa melemahkan Mereka?”

Pikiranku mengembara, dan aku berpikir tentang semua yang telah kulakukan dalam keadaanku yang kacau, umur panjang yang tidak normal. Mataku kembali tertuju pada Object ini, dan mereka terdiam di sana selama beberapa saat, tenggelam di dalamnya, tenggelam dalam ide atas Objectku yang ke-seribu ini.

Sebuah suara lembut membuyarkan lamunanku, dan aku mendongak. Seekor kucing berdiri di dinding batu dekat kediamanku, mengawasiku. Ia anggun ketika memandangku sejenak sebelum melompat turun, mendarat di sampingku. Aku mengulurkan tangan padanya, tapi dia menghindar. Entah kenapa, aku merasakan sedikit kesedihan, dan aku sadar bahwa aku telah menggunakan tangan yang terbuat dari air raksa. Aku mengulurkan tanganku yang lain, dan dengan ragu-ragu, kucing itu mengambil beberapa langkah ke arahku. Untuk sesaat, aku tergoda untuk berbicara dengannya dalam bahasa kucing, karena aku mengetahui Rahasia mereka, tapi ada sesuatu yang menyuruhku untuk berpikir lebih baik tentangnya. Aku merasa seolah-olah akan menghancurkan momen ini, yang entah mengapa terasa begitu rapuh.

Mendapatkan kepercayaan diri, kucing itu bergerak mendekatiku. Sekarang aku bisa melihatnya dengan jelas, aku bisa melihat garis-garis abu-abu yang melintasinya. Aku bisa melihat beberapa bercak darah di bulunya.

Aku memejamkan mataku yang ditandai, tidak ingin melihat apa pun kecuali kucing itu sendiri, tidak ingin mencemari pengalaman ini dengan Object. Kucing itu bergerak melewati lenganku yang terulur, menyapu sisi tubuhku. Ia berputar-putar, dan aku mengangkat tanganku yang normal untuk mengelusnya. Ia mendengkur saat jemariku menelusuri bulunya yang lembut, dan aku merasakan percikan kebahagiaan di dalam diriku. Bukan kegembiraan bejat yang timbul karena memperoleh sebuah Objek, perasaan yang telah menjadi mesin pencarian gilaku, tapi kebahagiaan sejati dan tenang.

Kucing itu mengeong pelan, dan aku merasakan diriku tersenyum. Sudah sekian lama semenjak aku terakhir tersenyum, sampai otot-otot wajahku terasa nyeri dan protes. Saat kucing itu berputar di sekitarku, aku mulai melepaskan kengerian yang sebelumnya menyelimuti pikiranku. Betapa kacaunya aku, bagaimana aku bisa merasakan Object mengambil alih hidupku, Seeker yang harus segera aku hadapi—satu-satunya yang menyaingiku dalam jumlah Object yang dia kumpulkan—dan banyak hal lainnya. Ekor kucing menyentuh sisi lenganku, membawaku kembali ke masa kini. Aku—

 

—tiba-tiba, aku tersadar kembali ke realita, kaget. Aku mundur beberapa langkah, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Itu seperti sebuah pengalaman, sebuah kenangan, entah bagaimana tersimpan di reruntuhan ini, mungkin karena kekuatan dari orang yang menciptakannya.

Namun, aku tidak bisa menghilangkan rasa keakraban dengan individu ini. Pengalaman ini begitu jelas, begitu intens, begitu familier , sehingga aku merasa terkejut. Dan lebih dalam lagi, keterkejutanku... sesuatu yang tidak dapat kuingat pernah kurasakan sebelumnya.

Aku bisa merasakan percikan kehangatan di dalam diriku, meski aku tidak sadar kalau aku kedinginan. Lega, namun aku tidak tahu bahwa aku kesakitan. Aku merasakan cahaya, meskipun aku tidak sadar bahwa aku sedang dikuasai kegelapan. Aku bisa merasakan kerusakan Edo Edi Essum di dalam diriku, dan aku bisa merasakan sesuatu yang lain... sesuatu yang melawan. Aku bisa merasakan secercah cahaya, kebahagiaan, perjuangan melawan kegelapan dan penderitaan.

Kenangan ini, pengalaman yang terasa begitu familier hingga tidak dapat aku tempatkan, telah menyadarkanku. Aku merasa seolah mataku telah terbuka.

.

Gelombang kegelapan menjalari diriku. Aku memadamkan percikan, kegembiraan, cahaya yang sempat kurasakan. Itu hanya akan melemahkanku. Yang ada hanyalah kegelapan. Yang ada hanya Edo Edi Essum. Aku bisa merasakan kegelapan semakin dalam, dan aku menjadi bahagia. Cahaya itu menyedihkan. Menyedihkan. Dan sekarang, aku merasakan sesuatu datang—The Hollow Man, tidak salah lagi. Secara naluriah, aku tahu untuk apa dia datang.

Aku mengulurkan jari tangan kananku, dan melambaikannya ke samping. Retakan dimensi muncul di reruntuhan batu. Dinding rumah yang tersisa meledak. Segera, sisa struktur mengikuti, menghancurkan dirinya sendiri hingga hanya debu yang tersisa. Puas karena aku telah menghancurkan tempat ini sepenuhnya, aku berbalik.

Aku pun pergi.

Yth Pembaca,
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih

0 Response to "Ieunitas Infectus Talius # 9 : Mortuus Monumentum"

Post a Comment