v Between Drug And Death : Kisah “Petualangan Narkoba” Aimo Koivunen Pada Perang Dunia Ke Dua | UNSOLVED INDONESIA

Between Drug And Death : Kisah “Petualangan Narkoba” Aimo Koivunen Pada Perang Dunia Ke Dua

Pada tahun 1944, tentara Finlandia Aimo Koivunen sedang menjalankan misi ketika dia memutuskan untuk mengkonsumsi narkoba dan kemudian teler. Apa yang dia temukan pasca sadar, adalah sesuatu yang sangat dia sesali.

Perang Finlandia-Soviet

Selama Perang Dunia II, demi mencegah invasi Soviet kenegaranya, Finlandia sempat melakukan perjanjian persekutuan dengan Jerman. Itu, adalah masa-masa dimana Finlandia dan Uni Soviet, masih dalam kondisi tegang.

Diantara puluhan peperangan dengan tentara Soviet di tanah Finlandia, salah satu unit ski patrol, tercatat pernah dikejar habis-habisan oleh tentara Soviet. Meskipun tidak terdengar heroik, namun satu-satunya tentara Finlandia yang lolos dari pengejaran itu, adalah sosok tentara bernama Aimo Koivunen. Alasannya? Karena dia kala itu mengkonsumsi sabu dengan dosis 30 orang.

(Pasukan Ski adalah unit yang sangat umum bagi tentara-tentara yang beroperasi di medan bersalju pada perang dunia ke 2)

Itu adalah pengejaran sepihak. Kala melarikan diri dari penyergapan tentara Soviet, unit ski patrol Finlandia tersebut berada dalam kondisi yang sangat berbahaya. Salah satu tentara di unit itu, bagaimanapun sempat-sempatnya mengkonsumsi metamfetamin dengan dosis yang sangat besar.

Tentu itu bukanlah keputusan yang ngawur, nyatanya obat-obatan tersebut membantu Koivunen menempuh jarak ratusan mil tanpa lelah, meskipun nyawanya diujung tanduk.

Misi Ski Patrol

Hari itu adalah 18 Maret 1944. Tentara Finlandia, telah berperang untuk negara mereka selama lebih dari empat tahun dalam perang yang hampir tidak terputus melawan Soviet.

Jauh di belakang garis musuh, satu regu Ski Patrol ski Finlandia nampak dikepung oleh pasukan Soviet. Karena kalah jumlah dan persenjataan, tentara Finlandia tidak melakukan perlawanan dan lebih memutuskan untuk kabur

Penyergapan yang tegang, seketika berubah menjadi perlombaan untuk bertahan hidup ketika pasukan Finlandia melarikan diri dengan peralatan ski, sementara pasukan Soviet mengejar dengan kendaraan tempur salju.

Aimo Koivunen, diantara tentara Finlandia, adalah orang yang “mendapatkan kehormatan” untuk melaju paling depan diantara yang lain. Tugasnya, adalah membuat track agar tentara yang lain dapat mengikuti jalur tersebut (intinya dia meluncur duluan, kan kalau main ski di salju ada jejaknya, nah jejaknya itu adalah track yang harus diikuti sebagai penunjuk jalan sekaligus tempat untuk melintas bagi orang-orang setelahnya)

Tentu itu adalah pekerjaan yang gampang-gampang susah, pasalnya Aimo Koivunen juga harus memilih jalur yang aman—bukan hanya dari tentara Soviet, melainkan juga dari penghalang di jalan seperti kayu, pohon, bahkan jurang.

Selebihnya, masalah utama yang harus dihadapi Koivunen adalah stamina, karena dia harus meluncur ber mil-mil untuk menciptakan jalur aman bagi para kawan-kawan tentaranya (lebih baik terlalu jauh dibandingkan terlalu dekat, karena tentara Soviet dapat menyusul).

Kala Koivunen kelelahan, itulah saat dia ingat bahwa dia sempat diberi jatah ransum metavitamin untuk momen-momen darurat seperti ini.

Kala di pos tentara Finlandia, pasukan memang diberikan obat stimulan yang disebut Pervitin—welp, itu adalah semacam narkoba. Dalam briefing, dijelaskan bahwa dikondisi genting, tablet tersebut akan memberi tentara ledakan energi untuk bertahan hidup.

Awalnya sih, Koivunen menolak untuk mengkonsumsi obat itu. Namun kala dia mengingat tugasnya yang sangat penting demi para pasukan lain yang ada dibelakangnya, dia pun pada akhirnya meminumnya.

Yang entah kebetulan atau apa, rupanya Koivunen membawa persediaan Pervitin untuk seluruh pasukannya—yap, 30 pil secara total.

Kala meluncur melewati salju sembari membuat jalur, Koivunen berjuang untuk memasukkan satu pil ke mulutnya—Sarung tangan tebal yang dimaksudkan untuk melindunginya dari kondisi Arktik, membuatnya kesulitan untuk meminum bahkan satu dosis Pervitin. Meskipun begitu, dia tetap melakukannya.

Namun, alih-alih berhenti untuk mencapai dosis yang dianjurkan, Aimo Koivunen menenggak keseluruhan 30 pil metamfetamin murni tersebut.

The Drug Wonderland

Segera, Koivunen akan merasakan dampak narkoba tersebut. Pada awalnya, dari kejauhan para pasukan lain mengikuti dari belakang dengan kecepatan yang sama dengan Koivunen. Bahkan sampai dititik dimana Soviet terlihat mundur dan menyerah untuk mengejar.

Namun, kala sisa pasukannya berhenti karena merasa aman, Koivunen yang memiliki energi setingkat Super Saiyan 3, meluncur begitu saja meninggalkan kawan-kawannya yang sudah berhenti.

Disuatu titik, penglihatan Koivunen menjadi kabur dan dia kehilangan kesadaran. Ajaibnya, alat ski nya terus bergerak dan dia terus melaju. Dalam keadaan tidak sadar, Koivunen terus melaju dengan kecepatan yang tidak bisa dibilang pelan.

(Aimo Koivunen)

Kesadaran baru kembali keesokan paginya. Kala dia sadar, Koivunen menemukan bahwa dia telah melintasi jarak lebih dari 100 kilometer, dan juga benar-benar sendirian.

Tentu dia kala itu tidak tau dimana pasukannya berada. Jelas, Itu bukan pertanda baik bagi Koivunen, yang tidak memiliki amunisi atau makanan—Yang dia miliki hanyalah alat ski dan sisa ledakan energi yang disebabkan oleh obat.

Bersikap rasional, Koivunen pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan “entah kemana”, daripada diam menunggu dan mati kelaparan.

Seiring dia meluncur lebih jauh dengan rute yang berbeda, dia segera mengetahui bahwa tentara Soviet tidak menyerah mengejar. Selama perjalanan panjangnya, Koivunen bertemu dengan pasukan Soviet beberapa kali.

Dia bahkan sempat mengendarai alat ski nya melintasi ranjau darat. Secara kebetulan, ranjau darat yang meledak memicu kebakaran yang entah bagaimana, Koivunen selamat dari ledakan dan kebakaran tersebut.

Sempat jatuh, terluka dan mengigau, dia hampir saja pingsan kelelahan kala terbaring di tumpukan salju. Namun, menyadari fakta bahwa apabila dia pingsan disitu, dia mungkin akan terkena hipotermia dan mati, dia pun pada akhirnya kembali berdiri dan menaiki alat ski nya lagi untuk melanjutkan perjalanan.

Tentu itu adalah perjalanan dengan tujuan yang tidak diketahui. Dia sepenuhnya buta arah dan karena pengaruh obat yang dia konsumsi, dia menjadi kelebihan energi.

Hari-hari berlalu, nafsu makan Koivunen perlahan kembali. Sementara dosis besar sabu telah menekan keinginan prajurit itu untuk makan, rasa lapar akhirnya membuat situasinya sangat lega (artinya, dia sadar dari teller berhari-hari)

Musim dingin di daerah tersebut, menyisakan sedikit pilihan bagi prajurit itu. Dia mengunyah tunas pinus untuk mencegah rasa lapar. Suatu hari, Koivunen berhasil menangkap seekor burun Siberian jay dan memakannya mentah-mentah.

Entah bagaimana, Aimo Koivunen selamat dari suhu di bawah nol, patroli Soviet, dan overdosis sabu. Dia akhirnya mencapai wilayah Finlandia, di mana rekan senegaranya membawa prajurit itu ke rumah sakit.

Dalam catatan perjalanannya, Koivunen telah melintasi kurang lebih 400 kilometer daratan bersalju. Hanya dari perjalanan itu saja, berat badannya turun drastis—selebihnya, dia tidak mengalami penyakit serius.

Penggunaan Amfetamin Dalam PD-II

Tentu Aimo Koivunen bukan satu-satunya tentara Perang Dunia II yang mengambil keuntungan obat-obatan. Rezim Nazi, juga dilaporkan sempat mengandalkan obat-obatan seperti metamfetamin untuk memberi keunggulan pada tentaranya.

Pada hari-hari sebelum Nazi menginvasi Prancis, para komandan membagikan Pervitin kepada jutaan tentara.

Para ahli di Berlin sendiri, telah mengembangkan Pervitin jenis baru pada tahun 1938. Pil tersebut, pada dasarnya merupakan bentuk sabu yang dapat ditelan, dan menetralisir depresi serta rasa takut—klaim perusahaan farmasi yang membuatnya.

Bahkan kala itu, Untuk waktu yang singkat, orang Jerman non-tentara juga dapat membeli "pil energi" tersebut tanpa resep.

Ditengah kemelut peperangan, Otto Ranke, seorang dokter Jerman, mulai menguji Pervitin pada mahasiswa. Dengan perang yang semakin berlarut-larut, Ranke menyarankan untuk memberikan Pervitin kepada tentara.

Obat itu memberi Nazi keunggulan. Tentara tiba-tiba bisa berpatroli sepanjang malam tanpa tidur. Karena ingin menggunakan metamfetamin, Nazi mengeluarkan "dekrit stimulan" pada musim semi 1940. Dekrit tersebut mengirimkan 35 juta dosis sabu ke garis depan.

Tidak hanya Nazi, pasukan Sekutu juga dilaporkan menggunakan amfetamin sebagai cara untuk mencegah kelelahan selama pertempuran. Dosis yang tepat, membuat tentara tetap terjaga selama perang.

Yang menakjubkan adalah, terlepas dari jutaan dosis obat tersebut yang diberikan selama perang, Aimo Koivunen adalah satu-satunya tentara yang diketahui selamat dari overdosis sabu di belakang garis musuh.

Tidak hanya itu, Koivunen bahkan selamat dari perang dan hidup hingga usia 70-an.

Hmm..

Baca Juga :

Yth Pembaca,
Mohon jangan copas sembarangan artikel di blog ini, buatnya susah gan. Mengutip boleh, namun mohon sertakan sumber backlink ke blog ini. Terima Kasih

1 Response to "Between Drug And Death : Kisah “Petualangan Narkoba” Aimo Koivunen Pada Perang Dunia Ke Dua"

  1. gosh gila sih xD keinginan hidup sama hokinya kuat banget. But, itu keadaan bawahan(?) dia yang lain gimana akhirnya?

    ReplyDelete